Straight to content

Satukan Suara Kita untuk Konservasi Burung, Hari Burung Bermigrasi Sedunia 2018

Published on:
  • Jenis
  • Sensus burung air internasional

Apa yang terlintas di benak ketika kita diberi kabar bahwa ada seekor burung pantai seukuran merpati sanggup terbang 11.000 km tanpa henti selama 8 hari dengan kecepatan rata-rata 56km/jam? Itu artinya burung tersebut sanggup terbang bolak-balik tanpa henti dari ujung barat hingga ujung timur Pulau Jawa lebih dari 10 kali, hanya dalam waktu seminggu lebih sehari saja. Atau boleh juga disebut bahwa burung tersebut menerbangi Pulau Jawa dari ujung ke ujung, berangkat subuh sampai tengah malam.

Migrasi adalah merupakan fenomena yang menakjubkan di dunia burung. Banyak hal dan fakta menarik yang telah terkuak terkait dengan perjalanan jarak jauh mereka, tetapi banyak pula misteri yang masih harus dibuktikan oleh sains. Pada periode awal penelitian, para ilmuwan telah berhasil mengungkap berbagai hal yang mendorong dan memandu burung melakukan perjalanan panjang migrasi. Para penggiat ilmu juga kemudian bisa memetakan dimana saja burung-burung tersebut singgah dan mengisi lemak tubuh untuk perjalanan hidupnya.

Pada awal pemantauan, penggunaan cincin yang diukir dengan lokasi dan nomor dapat memberikan informasi dimana saja burung-burung tersebut singgah. Namun seiring adanya kepenasaranan ilmiah yang lebih tinggi, pemasangan cincin terasa tidak mencukupi karena burung yang bercincin tersebut harus ditangkap untuk mengetahui data dalam cincin. Cara baru kemudian dilakukan dengan memasang “bendera” di kaki atau dikenal dengan istilah leg flag. Ini adalah semacam lempeng dari plastik yang dililitkan di kaki burung. Para pemasang tanda di burung sepakat untuk menggunakan warna tertentu yang unik untuk masing-masing lokasi di seluruh dunia, misalnya saja warna hitam diatas oranye yang hanya boleh dipasang di wilayah Jawa. Dengan demikian, tanpa harus ditangkap, dimanapun burung bertanda tersebut terlihat, pengamat kemudian bias mengetahui bahwa burung tersebut pernah melewati Jawa. Masih merasa haus dengan data dan informasi yang lebih akurat, para pengamat merasakan bahwa metoda penandaan tersebut tidak memberikan informasi kapan sebenarnya burung tersebut diberi tanda. Inovasipun kemudian diterapkan dengan memasang bendera yang diberi kode khusus sehingga bisa diketahui persis kapan dan dimana burung tersebut diberi tanda.

Apakah sudah selesai? Ternyata tidak, karena ada pertanyaan lain yang harus dijawab, kemana saja sebenarnya burung tersebut terbang dan berapa lama? Seiring dengan kemajuan teknologi penginderaan dan pemetaan, para ahli kemudian berhasil membuat satellite telemetry berukuran kecil. Alat ini berupa pemancar sinyal yang bisa dipasang di punggung burung, sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu pergerakan terbang sang burung. Sinyal yang dipancarkan dari alat tersebut kemudian ditangkap oleh satelit dan dipancar-ulang ke alat penerima di stasiun penelitian. Teknologi ini memungkinkan para peneliti untuk dapat mengetahui secara akurat dan real time kemana saja sang burung terbang. Karena teknologi ini pula data di awal tulisan ini bisa diperoleh.

Migrasi adalah perjalanan berat yang harus dihadapi dalam hidup seekor burung migran. Ketepatan dalam menentukan kapan harus berangkat dan kembali, ketepatan dalam memutuskan kapan harus kawin dan berbiak, dan ketepatan untuk menempuh arah tempuh yang paling memungkinkan untuk mencapai tujuan adalah merupakan daftar tantangan yang harus mereka hadapi untuk melanjutkan hidup. Daftar ini kemudian akan diperparah lagi dengan adanya hambatan yang dibuat oleh manusia. Gangguan terhadap lokasi mencari makan, perburuan dan berbagai pembangunan yang mengganggu navigasi dalam bermigrasi merupakan hambatan nyata yang harus dihadapi. Rentang wilayah migrasi yang melampaui batas negara menuntut adanya kerjasama internasional untuk membantu burung migran menyelesaikan tahapan migrasinya. Itulah yang kemudian mendorong berbagai negara, organisasi dan individu untuk bersama-sama melindungi burung bermigrasi.

Dua diantara berbagai inisiatif internasional untuk melestarikan burung bermigrasi adalah International Migratory Bird Day dan World Migratory Bird Day yang mulai diinisiasi sejak tahun 2006. Kedua inisiatif tersebut intinya adalah merupakan gerakan untuk menggugah kesadaran semua pihak untuk bersama-sama memberikan ruang yang lebih memadai bagi burung migran untuk melakukan migrasi secara aman. Gerakan ini kemudian dirayakan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Perayaan pada tahun 2018 terasa lebih istimewa karena adanya beberapa perubahan penting terkait perayaan tersebut. Pada pertemuan Konvensi Spesies Bermigrasi (CMS) di Manila, akhir 2017, diputuskan bahwa kedua perayaan tersebut disatukan dengan nama World Migratory Bird Day. Diharapkan bahwa penyatuan tersebut kemudian membawa semangat persatuan dalam melakukan gerakan melindungi burung bermigrasi. Disepakati pula bahwa perayaan diadakan setiap sabtu kedua bulan Mei dan Oktober. Untuk tahun 2018 akan jatuh pada tanggal 12 Mei 2018. Mungkin karena itu, tema perayaan tahun 2018 adalah “Satukan Suara Kita untuk Konservasi Burung” atau Unifying our Voices for Bird Conservation.

Lalu bagaimana perayaan di Indonesia? Kita adalah peserta aktif yang merayakan hari burung bermigrasi sedunia setiap tahun. Di tingkat nasional, Indonesia adalah satu dari hanya sedikit negara yang memiliki Sekretariat Kemitraan Pengelolaan Burung Bermigrasi dan Habitatnya, dibawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Di lokasi-lokasi penting burung migran, berbagai kegiatan dilaksanakan dikaitkan dengan kepentingan wilayahnya masing-masing. Di Gorontalo, misalnya, para penggiat konservasi yang bernaung dalam organisasi Biodiversitas Gorontalo (Biota) mengisi kegiatan tahunan dengan mengadakan diskusi, pameran, pengamatan burung, dan bahkan menunjuk Duta Burung yang akan mempromosikan pelestarian burung migran, khususnya di Kawasan Danau Limboto.

Di Nanggroe Aceh Darussalam, perayaan dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa Pencinta Unggas Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Kegiatan yang didukung oleh Sekretariat East Asian Australasian Flyway Partnership (EAAFP) Korea ini dilaksanakan dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat melalui pameran dan presentasi ahli.

Setiap kita dapat berpartisipasi dalam menyatukan suara untuk konservasi burung. Mulailah dengan hal-hal yang dapat kita lakukan, salah satu contohnya adalah mengurangi penggunaan plastik yang dapat mencemari habitat burung migran mencari makan. Ikutlah berperan aktif dalam kegiatan pemantauan dan survey burung migran. Jika anda belum mungkin turut serta dalam kegiatan di lapangan, bagus juga jika mulai membantu menyebarkan informasi mengenai kepentingan konsevasi burung migran kepada masyarakat luas. Setidaknya kebaikan anda sudah tercatat, dan burung-burung migran sangat menantikan kebaikan anda yang lainnya.

(Bogor, 10 Mei 2018. Yus Rusila Noor, Penggiat Konservasi Burung).

Sumber : https://kumparan.com