Press Release: Roadmap menuju pengelolaan lahan gambut berkelanjutan bagi Hutan Tanaman Industri untuk bubur kayu dan kertas di Indonesia

Home » Berita » Kekayaan gambut » Konservasi dan restorasi lahan gambut » Press Release: Roadmap menuju pengelolaan lahan gambut berkelanjutan bagi Hutan Tanaman Industri untuk bubur kayu dan kertas di Indonesia
Berita

Bogor, Indonesia (27 November 2015) – Pada hari ini, organisasi masyarakat sipil di Indonesia meluncurkan roadmap Pengelolaan Gambut Berkelanjutan bagi Industri Bubur Kayu dan Kertas di Indonesia. Roadmap ini bertujuan untuk menghentikan perluasan HTI di lahan gambut dan hutan alam, serta mendorong alternatif pengelolaan lahan gambut berkelanjutan. Hal ini untuk memastikan agar lahan gambut tetap produktif dan berkelanjutan secara ekonomi, ekologi dan sosial.

  • Roadmap ini menunjukkan kepada industri bubur kayu dan kertas bagaimana mengelola gambut secara berkelanjutan dengan cara mencegah kebakaran dan banjir, mengurangi emisi CO2 dan konservasi keanekaragaman hayati di lahan gambut
  • Pengelolaan yang ada saat ini (BAU) akan berdampak pada hilangnya produktivitas industri bubur kayu dan kertas dalam skala besar
  • Pemerintah dianggap perlu untuk mengantisipasi dengan menutup seluruh celah-celah yang ada dalam kebijakan dan memberlakukan peraturan yang mendukung pengelolaan gambut berkelanjutan

Selama beberapa dekade, perluasan HTI untuk Akasia yang sangat cepat dan pemanfaatan serat kayu dari hutan alami telah mengancam keberadaan hutan dan lahan gambut. Organisasi masyarakat sipil Indonesia telah lama berpendapat mengenai pemanfaatan hutan dan lahan gambut yang berkelanjutan. Beberapa organisasi masyarakat seperti WWF, Jikalahari, Scale-Up, JMGR, WBH, WARSI dan Sampan yang dikoordinasikan oleh Wetlands International tergabung secara aktif dalam penyusunan roadmap ini.

Roadmap ini diluncurkan tepat pada saat dimana kita tidak sanggup untuk kehilangan lebih banyak lagi hutan dan lahan gambut di Indonesia.  Bencana kabut asap yang baru saja terjadi telah mengancam kesehatan jutaan orang dan berkontribusi terhadap hilangnya keanekaragaman hayati yang sangat penting. Perusahaan-perusahaan HTI harus ikut bertanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan ini . Selain itu, Indonesia juga perlu menata ulang pengelolaan hutan dan lahan gambut, serta perlu untuk mengurangi emisi CO2 dalam jumlah yang besar akibat dari drainase dan kebakaran di lahan gambut. Hal ini sejalan dengan kesepakatan baru terkait dengan iklim yang akan didiskusikan pada KTT perubahan iklim ke 21 di Paris.

Irwansyah Reza Lubis Wetlands International Indonesia menyatakan “Industri HTI harus ikut serta bertanggung jawab terhadap berbagai dampak yang ditimbulkan dari kegiatan yang dilakukan di hutan dan lahan gambut. Organisasi masyarakat sipil telah bekerjasama dan menunjukkan kepada perusahaan-perusahaan HTI dan juga pemerintah mengenai pengelolaan hutan dan lahan gambut yang berkelanjutan. Hal tersebut harus diiringi juga dengan perlindungan yang memadai terhadap keanekaragaman hayati dan pengakuan penuh terhadap hak-hak serta mata pencaharian masyarakat lokal”. 

Industri HTI akan mengalami kerugian apabila tidak melakukan perubahan besar

Penelitian terbaru  membuktikan bahwa drainase yang dilakukan pada lahan gambut dataran rendah secara terus menerus akan menyebabkan penurunan muka tanah (subsiden), dan secara jelas akan mengakibatkan banjir sampai pada ribuan kilometer. Hal ini akan berdampak pada hilangnya produktivitas lahan untuk pertanian dan perkebunan (termasuk perkebunan Akasia) dan terhadap mata pencaharian masyarakat lokal yang bergantung di area tersebut.

Strategi-strategi menuju pengelolaan gambut berkelanjutan bagi indutri bubur kayu dan kertas

Organisasi masyarakat sipil menetapkan delapan target dan tujuh strategi dengan masing-masing capaian dalam skala waktu hingga tahun 2025. Rekomendasi di dalam roadmap menegaskan bahwa industri HTI harus  segera menghentikan pembukaan baru hutan dan lahan gambut, merestorasi lahan gambut tidak aktif dan terdegradasi, melakukan phasing-out kegiatan perkebunan dengan sistem drainase di lahan gambut dan melakukan tukar guling lahan (swap) dari lahan gambut ke lahan non-gambut dan non-hutan.  Roadmap ini juga merekomendasikan dilakukannya re-wetting pada lahan gambut yang kering dan rekomendasi untuk melakukan percontohan dan perluasan penggunaan jenis-jenis komersil yang cocok di lahan gambut yang tidak memerlukan drainase.

Secara garis besar, rekomendasi di dalam roadmap sesuai dengan instruksi Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang ditetapkan pada tanggal 5 November 2015. Peraturan tersebut mendesak pemerintah daerah untuk tidak memberikan ijin baru di lahan gambut, dan melarang industri untuk membuka lahan gambut yang belum dikembangkan termasuk di lahan yang telah memiliki ijin usaha serta melarang melakukan penanaman di lahan bekas terbakar yang masih dalam penyelidikan. Untuk melindungi kubah gambut, industri diwajibkan menyekat kanal terutama pada areal gambut dalam dan juga diwajibkan untuk mempertahankan ketinggian air tanah pada areal gambut yang telah ditanami sesuai dengan yang dimandatkan dalam peraturan baru tentang gambut PP71/2014. Selain itu, industri juga diwajibkan untuk mengatur kembali Rencana Karya Tahunan (RKT) dan Rencana 10 Tahunan (RKU) dan melaporkannya kepada pemerintah daerah dan pusat.

Informasi lebih lanjut:

Irwansyah Reza Lubis, [email protected], +62-8127885642

Telly Kurniasari, [email protected], +62-818101328

Executive Summary Roadmap (Indonesia)

Unduh

Executive Summary Roadmap (English)

Unduh