Tata Kelola Negara yang Baik Berpengaruh terhadap Upaya Konservasi Satwa Liar
-
Jenis
-
Sensus burung air internasional
Ede, Belanda, 20 Desember 2017 – Perlindungan suatu wilayah untuk hidupan liar ternyata bisa berlangsung lebih efektif di negara-negara yang memiliki tata kelola yang baik.
Itulah kesimpulan yang tercetus dari suatu kajian yang berlangsung selama dua puluh tiga tahun, dilakukan oleh para pelestari alam (konservasionis) di bawah koordinasi Wetlands International dan dipublikasikan di jurnal Nature. Analisis yang unik ini dilakukan oleh suatu tim, termasuk para staf Wetlands International bersama mitra kerja dari universitas Cambridge, Bath, Debrecen, dan Santa Clara serta National Audubon Society di Amerika Serikat. Mereka telah menggabungkan serangkaian survey burung di tataran global dengan berbagai faktor yang mungkin berdampak pada kekayaan alam, termasuk kestabilan kondisi sosial-politik, dan apakah suatu wilayah memiliki status perlindungan secara formal. PDB, perluasan usaha pertanian, perubahan iklim, dan pertumbuhan penduduk kesemuanya akan berpengaruh terhadap upaya konservasi. Keseluruhan hal tersebut serta berbagai langkah yang terkait tata kelola juga akan berpengaruh terhadap populasi burung.
Kegiatan tata kelola yang dijadikan acuan pada kajian ini adalah Indikator Tata Kelola Global yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. Indikator tersebut mengurutkan negara-negara berdasarkan suara dan akuntabilitas, stabilitas politik dan ketiadaan tindak kekerasan, efktifitas pemerintahan, kualitas peraturan perundangan dan kendali terhadap tindak pidana korupsi.
Temuan ini merupakan suatu hasil dari kerja keras selama ribuan jam, bukan hanya dihabiskan untuk melakukan pemrosesan data, akan tetapi juga untuk melakukan kerja di lapangan. Kerja keras ini meliputi kunjungan ke 25.769 situs di seluruh penjuru bumi, dari prakarsa ilmu pengetahuan warga (citizen-science initiative) oleh dua lembaga terpandang, yaitu International Waterbird Census yang dikoordinasikan oleh Wetlands International, dan Christmas Bird Count oleh National Audubon Society.
“Meskipun cakupan wilayah yang dilindungi secara global terus meningkat, temuan kami menunjukkan bahwa tata kelola yang tidak efektif dapat mengurangi manfaat yang diberikan oleh upaya konservasi keanekaragaman hayati ini,” ujar Dr Tatsuya Amano dari Univ. Cambridge, yang memimpin kajian ini di Departemen Zoologi dan Pusat Studi Risiko Eksistensi di universitas tersebut. “Kita sekarang mengetahui bahwa tata kelola pemerintahan dan stabilitas politik merupakan pertimbangan yang sangat penting ketika mengembangkan berbagai kebijakan dan praktik-praktik lingkungan untuk masa depan.”
Rangkaian data raksasa yang terdiri atas 2,4 juta catatan dapat menunjukkan lebih dari sekedar spesies burung yang tersurvei. Burung air dapat mengindikasikan banyak hal mengenai kondisi lahan basah, dimana lahan basah sendiri merupakan salah satu di ekosistem yang paling beragam dan produktif di bumi. Misalnya, sebanyak 210 juta penduduk dunia memperoleh manfaat dari sektor perikanan yang terkait dengan hanya satu jenis lahan basah, yaitu mangrove. “Kajian kami menunjukkan bahwa kegiatan pemantauan burung air memungkinkan untuk tidak hanya belajar mengenai status burung air maupun ekosistem lahan basah, akan tetapi juga memberikan pembelajaran tentang apa yang perlu kami lakukan untuk menghentikan laju kepunahan keanekaragaman hayati” ujar Szabolcs Nagy, Koordinator Sensus Burung Air Afrika-Eurasia di Wetlands International.
Kajian ini meyakinkan kepada para donor bahwa mereka dapat menjaga kelestarian satwa liar tidak hanya dengan mengukuhkan suatu wilayah untuk dilindungi, tetapi juga akan lebih efektif jika didukung dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Kurang tersedianya produk-produk hukum terkait di bidang lingkungan maupun penegakannya dapat menyebabkan terdegradasinya habitat, seperti kerusakan drastis yang disebabkan oleh salah kelola struktur air dan bendungan yang terjadi di Asia bagian barat maupun tengah dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.
“Kajian jangka panjang ini merangkum etos kita dalam mengaitkan (fenomena) setempat dengan yang terjadi di tingkat global” ungkap Dr Taej Mundkur, Koordinator Sensus Burung Air Internasional di Wetlands International. “Temuan ini menunjukkan bahwa lembaga nasional maupun internasional dapat membantu meningkatkan pengaruhnya melalui pengintegrasian isu-isu politik dan ekologis secara berdampingan, dan melakukan investasi dalam konteks tata kelola pemerintahan yang baik untuk wilayah-wilayah yang dilindungi”. Kajian ini juga memberikan arahan yang bermanfaat tentang bagaimana pemerintah dapat dengan lebih baik memenuhi sasaran global yang disepakati dikaitkan dengan Target Aichi 2020 Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity), Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) 2030, dan juga secara efektif melaksanakan kesepakatan jalur terbang regional (regional flyway agreement).
Dukungan
Sensus Burung Air Internasional tidak akan mungkin terselenggara tanpa dukungan dari berbagai pihak, termasuk dari ribuan relawan yang turut melakukan penghitungan burung air dan berbagi catatannya. Dukungan dari berbagai lembaga termasuk: Kementerian Lingkungan Hidup Jepang, Environment Canada, Sekretariat AEWA, EU LIFE + NGO Operational Grant, Yayasan MAVA, Kantor Lingkungan Hidup dan Alam Federasi Swiss, Kementerian Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Perancis, Departement Makanan dan Urusan Pedesaan Inggris Raya, Direktorat Alam Norwegia, Kementerian Ekonomi, Pertanian, dan Inovasi Negeri Belanda, dan para anggota Wetlands International.
Sensus Burung Air Internasional (International Waterbird Census) 2018 akan dilakukan pada:
Asia-Pasifik: 6 – 21 Januari
Afrika-Eurasia: 13 – 14 Januari
Karibia dan Amerika Tengah: 15 Januari – 15 Februari
The Neotropika: 3 – 18 Februari dan 7 – 22 Juli
Link kepada artikel di dalam jurnal Nature : Successful conservation of global waterbird populations depends on effective governance.
Untuk para editor:
Tentang Wetlands International
Wetlands International adalah suatu organisasi jejaring yang independen dan non- profit, aktif di lima benua. Misinya adalah untuk melindungi dan merestorasi lahan basah bagi manusia dan alam. Wetlands International menggabungkan pengetahuan, kebijakan, dan praktik-praktik di lapangan. Wetlands International menghubungkan antara lokal dengan global, dan memungkinkan masyarakat untuk mengambil tindakan.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:
Connor Walsh
Media Officer at Wetlands International
[email protected]
+31 318 660 931