Pemerintah perlu segera klarifikasi rencana Pembuatan Kanal
-
Konservasi dan restorasi lahan gambut
Hari Kamis 24 September 2015, dalam pantauannya ditengah kebakaran hutan gambut di Banjarmasin, Presiden Jokowidodo meminta agar Pemerintah Daerah lebih fokus dalam memperbaiki tata Kelola lahan gambut dengan pembuatan kanal. Dalam rekaman YouTube, Presiden menyampaikan, “Saya sudah perintahkan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga kepada Kepala BNPB untuk preventif, terutama gambut buat kanal, udah itu aja, kuncinya disitu. Buat kanal, kalau ada air terus tidak akan terbakar. Dan yang kedua sosialisasi kepada masyarakat bahwa membakar itu tidak betul”.
Ada pertanyaan besar dalam pernyataan Presiden tersebut. Memang betul jika air tersedia terus maka lahan gambut tidak akan terbakar, karena sifat alami dari gambut itu sendiri adalah menjadi tandon air sehingga dapat mencegah kebakaran di hutan dan lahan gambut. Sayangnya, berbagai studi menyatakan bahwa kebakaran hutan dan lahan justru terjadi karena gambut menjadi kering, yang diantaranya terjadi akibat pembuatan kanal di lahan gambut. Kanal yang biasanya dibuat untuk mengeluarkan kayu tebangan atau mengatur muka air sehingga cocok untuk tanaman perkebunan, akan menyebabkan air menggelontor keluar dan mengakibatkan gambut menjadi kering sehingga mudah terbakar. Salah satu upaya yang muncul untuk mengatasi kekeringan tersebut berdasarkan kaidah perangai ilmiah dan pengalaman di lapangan adalah melakukan penyekatan kanal (canal blocking) yang intinya adalah untuk mengembalikan kondisi gambut menjadi basah kembali, sehingga tidak rentan terbakar.
Upaya yang sebenarnya sudah dilakukan secara terbatas sejak tahun 1990an tersebut sebenarnya sudah dipraktekan di wilayah berlahan gambut di Sumatra dan Kalimantan, dan sudah menunjukan hasilnya, meskipun dalam skala kecil. Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan lahan Kementerian LHK, Raffles B Panjaitan telah mengamini efektifitas pembangunan sekat kanal ini berdasarkan pengalaman pembuatan 60 sekat kanal di kepulauan Meranti yang dilakukan oleh KLHK, Presiden dan dibantu UNDP, yang sampai saat ini tidak terbakar. Hal ini akan terus dilakukan, termasuk pembangunan 150 sekat kanal oleh Pemerintah Daerah Riau dan 200 unit oleh KLHK.
Penyekatan kanal juga sebenarnya sudah diperintahkan oleh Presiden Jokowi sendiri. Pada blusukannya di Kecamatan Tebing Tinggi, Meranti, Riau (27 November 2014). Ketika merespon upaya masyarakat yang telah melakukan penyekatan kanal supaya gambut tempat mereka menanam sagu tetap basah, Presiden menyatakan, “Supaya apa yang dilakukan masyarakat ditindaklanjuti pemerintah. Gambut sepanjang tahun harus basah. Kalau basah, tidak mudah terbakar atau dibakar. Kuncinya disitu. Apa yang dilakukan masyarakat sebaiknya dipermanenkan.”
Jadi, sebaiknya Pak Presiden Jokowi dapat meralat pernyataannya, dan menyampaikan bahwa yang diperlukan adalah melakukan “penyekatan kanal” bukan melakukan “pembuatan kanal” karena keduanya bisa menimbulkan akibat yang bertolak belakang bagi lahan dan hutan gambut. Itupun kalau yang dimaksud Bapak Presiden adalah untuk melestariakan fungsi dan jasa ekosistem gambut serta mencegah kebakaran terus berlanjut, bukan supaya gambut cocok untuk ditanami tanaman perkebunan.