Straight to content

Lokakarya Rehabilitasi Mangrove di Demak dan Jawa Tengah

Published on:
  • Ketahanan pesisir

Semarang, 6 Oktober 2016. Rehabilitasi mangrove nampaknya telah menjadi kegiatan yang sangat banyak dilakukan di Indonesia, terutama sejak kejadian tsunami yang menerjang wilayah Nangroe Aceh Darussalam tahun 2004 silam. Sejak itu berbagai kegiatan penanaman mangrove dilakukan dengan tujuan mengembalikan jasa lingkungan yang biasa diberikan oleh ekosistem mangrove, termasuk untuk kestabilan kondisi pesisir, di samping jasa lingkungan yang bisa dinikmati langsung oleh masyarakat, seperti penyediaan komoditas perikanan.

Meskipun telah banyak dilakukan kegiatan penanaman mangrove, namun banyak dari kegiatan penanaman tersebut yang kurang berhasil. Kalaupun tanaman mangrove berhasil tumbuh, pertanyaan yang kemudian muncul adalah: Apakah tegakan mangrove tersebut telah memberikan jasa lingkungan sebagaimana yang biasa diberikan jika mangrove tersebut tumbuh secara alami? Apakah jenisnya sudah sesuai dengan komposisi mangrove alami? Atau apakah lokasi penanaman tersebut dilakukan di lokasi yang secara historis memang habitat mangrove dengan komposisi jenis yang sesuai secara alami?

Untuk menggali pendapat mengenai pertanyaan-pertanyaan di atas, Konsorsium Building with Nature mengadakan “Lokakarya  Rehabilitasi Mangrove di Demak dan Jawa Tengah di Demak dan Jawa Tengah” di Semarang, 6 Oktober 2016.

foto presentasi

Dalam sambutan pembukaannya, Yus Rusila Noor, Programme Manager Wetlands International Indonesia mengajak para peserta untuk mulai berdiskusi mengenai efektifitas dan keberhasilan kegiatan penanaman mangrove yang selama ini kita lakukan, termasuk apakah jasa lingkungan telah bisa terwujud dari mangrove yang kita tanam. Apri Susanto Astra, Project Coordinator Building with Nature memaparkan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengintegrasikan antara pendekatan rehabilitasi mangrove secara ekologis dengan peningkatan pendapatan masyarakat di pesisir Demak, Jawa Tengah.

Informasi mengenai kebijakan terkait kegiatan rehabilitasi mangrove di Propinsi Jawa Tengah disampaikan oleh Bapak Yunus Mintarso dari Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Tengah. Beliau menitikberatkan perlunya integrasi kerjasama kegiatan yang diinisiasi oleh Pemerintah serta LSM dan Kelompok Masyarakat.

Kajian ilmiah kegiatan rehabilitasi mangrove diuraikan secara rinci oleh Dr. Rudhi Pribadi dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, yang menekankan bahwa kegiatan rehabilitasi mangrove tidak harus selalu berupa penanaman, serta keberhasilan rehabilitasi dapat diukur dari kehadiran fungsi jasa lingkungan ekosistem (fungsi fisik, ekologis dan ekonomis). Sementara itu, di ranah praktis, pengalaman pelaksanaan pendekatan membangun bersama alam dalam rehabilitasi mangrove disajikan oleh Yusran Nurdin Massa dari Yayasan Hutan Biru (Blue Forest Indonesia). Beliau menguraikan adanya kebutuhan untuk mengenali jejak ekologis dan hidrologis dari suatu kawasan yang akan direhabilitasi serta kebutuhan biofisik dan teknik yang mumpuni dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove.

Pihak yang akan secara langsung terlibat dan merasakan langsung suatu kegiatan rehabilitasi mangrove adalah masyarakat di lokasi kegiatan. Dalam testimoninya, tiga orang perwakilan masyarakat menyampaikan adanya kebutuhan untuk memperoleh informasi mengenai pemilihan lokasi serta teknik rehabilitasi sekaligus kegiatan peningkatan mata pencaharian yang sejalan dengan upaya rehabilitasi yang sedang dijalankan.

Diskusi kelompok dilakukan untuk menjawab apa saja yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu kegiatan rehabilitasi mangrove serta indikator apa saja yang dibutuhkan untuk mengukur keberhasilan suatu keberhasilan rehabilitasi. Diskusi yang melibatkan peserta yang mewakili pihak pemerintah, perguruan tinggi, LSM dan kelompok masyarakat menyepakati bahwa pengetahuan mengenai sejarah pemanfaatan suatu kawasan serta informasi mengenai kondisi biofisik dan kimiawi yang disertai dengan keterlibatan langsung masyarakat setempat, merupakan hal yang dibutuhkan dalam kegiatan rehabilitasi mangrove. Tingkat pengembalian jasa lingkungan ekosistem, termasuk jasa lingkungan ekonomi, dapat dinilai sebagai indicator keberhasilannya.

(Dilaporkan oleh Yus Rusila Noor)