Straight to content

Membangun kembali keragaman hayati: refleksi Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia 2023

Published on:
  • Jenis
  • Sensus burung air internasional

Konvensi Internasional Keanekaragaman Hayati atau Convention on Biological Diversity (CBD)  mendefinisikan biodiversitas sebagai variabilitas di antara organisme hidup dari semua sumber, termasuk keanekaragaman dalam spesies, antar spesies, dan ekosistem. Biodiversitas atau  keanekaragaman hayati atau disingkat kehati, seringkali dipahami sebagai beragam tumbuhan, binatang dan mikroorganime, tetapi juga mencakup berbagai variasi genetik yang berbeda dalam masing-masing spesies. Keanekaragaman tersebut misalnya terjadi di antara beragam varietas tanaman atau hewan peliharaan, atau bisa juga keragaman dalam suatu ekosistem, seperti mangrove, gambut, danau atau lahan pertanian, yang dimaknai sebagai wilayah geografis dimana beragam hewan, tumbuhan dan manusia berinteraksi dan hidup, bersama-sama dengan unsur tak-hidup, seperti pasir, bebatuan dan kelembaban. Mereka saling bergantung satu dengan yang lainnya, sehingga apabila terbentuk wilayah yang berkembang untuk memiliki karakteristik temperatur dan kelembaban udara tertentu, maka kemudian wilayah tersebut akan dihuni oleh keragaman jenis hayati tertentu yang sesuai dengan karakteristik tersebut. Dengan demikian, perubahan yang terjadi pada suatu karakteristik kemudian akan memberikan pengaruh kepada komponen ekosistem lainnya. Kadang pengaruh tersebut tidak hanya berjalan pada ekosistem berbeda yang berdekatan, tetapi juga yang berjauhan dan dibatasi oleh ekosistem lainnya. Sebagai contoh, ekosistem hutan hujan tropis ternyata dapat saja memperoleh manfaat pemupukan yang dibawa dalam bentuk butiran debu dari padang pasir yang jaraknya ribuan kilometer.  

Kehati sangat berperan penting bagi sistem kehidupan di bumi karena memberikan manfaat yang sangat menentukan dalam mempertahankan keberlanjutan ekologis, ekonomi dan sosial. Manfaat dan peran tersebut di antaranya dalam bentuk penyediaan sumber daya alam sebagai berikut: 

  1. Sumber bahan pangan. Sumberdaya ikan dapat memenuhi 20% kebutuhan protein hewani bagi 3 milyar penduduk dunia dan 80% kebutuhan pangan dipenuhi dari tumbuhan. 
  2. Kayu dan Serat. Berbagai jenis tumbuhan menyediakan sumberdaya kayu sebagai bahan konstruksi, furnitur, kertas, dan produk lainnya. 
  3. Sumber obat-obatan. Obat-obatan yang bersumber dari tumbuhan digunakan dalam sistem perawatan kesehatan tradisional maupun modern dan berkontribusi pada bidang penelitian dan pengembangan farmasi. 
  4. Nilai estetis, budaya dan spiritual. Ekosistem alam dan keragaman hayati di dalamnya telah berperan dalam membentuk kebudayaan bagi komunitas-komunitas di berbagai belahan dunia. Selain itu, keindahan yang disediakan dapat dimanfaatkan manusia sebagai sarana rekreasi. Sebagian masyarakat juga memanfaatkannya sebagai situs sakral dalam menjalankan aktifitas spiritualnya. 
  5. Kesetimbangan ekologis, dalam bentuk pengaturan proses alami yang dibutuhkan untuk kehidupan seluruh organisme. 
  6. Kebutuhan riset dan penemuan baru, dimana biodiversitas memberikan jalan untuk peningkatan pengetahuan dan pengertian terhadap proses evolusi, interaksi ekologis atau penemuan lain yang akan memberikan kontribusi terhadap kehidupan yang lebih baik. 

Ekosistem alami yang sehat dan  berfungsi baik memberikan berbagai keuntungan dan manfaat yang sangat besar bagi ketangguhan hidup manusia dan alam secara keseluruhan dalam bentuk jasa ekosistem. Jasa ekosistem yang diberikan meliputi penyediaan air bersih untuk keperluan domestik, makanan, sumber energi, atau jasa yang saat ini semakin banyak dibicarakan, yaitu jasa penyerapan karbon. Beberapa jasa ekosistem tersebut dapat dimonetisasi atau “diuangkan” – untuk lebih mudah mengukur nilainya. Namun, beberapa lainnya tidak bisa dinilai berdasarkan nilai uang. Beberapa contoh yang terakhir di antaranya adalah nilai intrinsik dalam bentuk keindahan alam, nilai sakral situs budaya atau warisan alam, nilai pengaturan alam (suhu, kelembaban) atau fungsinya bagi perkembangbiakan satwa liar. Hanya dengan mempertimbangkan jasa yang dapat dimonetisasi saja, studi memperkirakan bahwa jasa yang dapat diberikan oleh ekosistem nilainya diperkirakan bisa mencapai dua kali lipat dari produk domestik bruto secara global.  

Para ahli memperkirakan saat ini terdapat sekitar 8 juta spesies tumbuhan dan hewan yang hidup di planet bumi, termasuk manusia. Sayangnya, satu juta spesies di antaranya sedang menuju ke arah kepunahan.  Karena pengaruh kegiatan manusia, populasi spesies vertebrata menurun tajam hingga setengahnya antara tahun 1970 hingga 2010. Seperempat populasi mammalia, 40% amfibia, dan 30 persen kelompok hiu dan pari saat ini berada dalam kondisi langka dan terancam punah. 

Layaknya dua sisi mata uang, satu sisi menampilkan berbagai nilai dan peran yang bisa dimainkan oleh biodiversitas dan ekosistem jika dalam keadaan sehat, namun di sisi lainnya, ditampilkan berbagai ancaman yang telah, sedang dan akan terjadi terhadap alam secara keseluruhan. Merujuk kepada laporan yang dikeluarkan oleh IPBES (Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Service), setidaknya terdapat 5 jenis ancaman utama yang berpengaruh terhadap kehilangan biodiversitas, yaitu: 

  1. Perubahan peruntukan di daratan dan lautan.  
  2. Polusi, baik udara maupun perairan.  
  3. Pemanfaatan berlebih, termasuk perburuan satwa liar serta penangkapan ikan dalam jumlah melebihi ambang batas lestari.  
  4. Spesies invasif, disebabkan masuk atau dimasukannya jenis-jenis baru dari luar yang kemudian mengganggu populasi jenis-jenis asli.  
  5. Perubahan iklim, baik dalam bentuk pengaruh dari peningkatan suhu maupun dalam bentuk gangguan terhadap pola distribusi suatu kelompok individu, dan lebih jauh lagi berupa gangguan terhadap pola siklus kehidupan satwa, seperti migrasi, hibernasi dan perkembangbiakan. 

Adanya kesadaran mengenai peran penting biodiversitas bagi kehidupan di planet bumi ini, dan di sisi lain adanya kekhawatiran mengenai semakin menurunnya kondisi keanekaragaman hayati di bumi ini, telah disadari dan diperbincangkan oleh para ahli dan pengambil keputusan sejak akhir milenium lalu. Pada pertemuan puncak bumi (Earth Summit) yang dilangsungkan di Rio de Jeneiro, Brazil, tahun 1992, para pemimpin dunia memutuskan hal penting terkait dengan lingkungan bumi. Pada pertemuan yang bertepatan dengan perayaan 20 tahun Konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm, Swedia tahun 1972 tersebut, para pemimpin politik, ilmuwan serta perwakilan media dan organisasi non-pemerintah dari 179 negara bersepakat untuk melakukan upaya luar biasa yang berfokus pada penanganan dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan sosial-ekonomi manusia terhadap lingkungan sekitar. Mereka menyepakati penyusunan agenda luas dan cetak biru untuk aksi bersama internasional terkait lingkungan hidup dan pembangunan. Konsep pembangunan berkelanjutan dijadikan sasaran besar bagi semua pihak. Keterpaduan dan kesetimbangan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan sangat vital bagi kelanjutan hidup manusia dan memerlukan cara pandang baru dalam melakukan produksi dan konsumsi, cara kita hidup dan bekerja, cara kita memperlakukan pelestarian sumber daya alam serta cara kita membuat keputusan untuk mengembangkan ekonomi yang berkelanjutan. 

Salah satu pencapaian dari pertemuan puncak bumi adalah disepakatinya pembentukan Konvensi Biodiversitas atau dikenal sebagai Convention on Biodiversity (CBD). Hari penandatanganan konvensi tersebut kemudian dikukuhkan sebagai Hari Internasional untuk Biodiversitas atau International Day for Biodiversity yang jatuh setiap ntanggal 22 Mei. Perayaan tersebut dirancang untuk meningkatkan penyadartahuan mengenai pentingnya biodiversitas dan kebutuhan untuk melestarikan mereka. Perayaan tersebut juga merupakan saat yang tepat dan penting karena merefleksikan status biodiversitas pada masing-masing tahun perayaan serta adanya kebutuhan mendesak untuk melakukan restorasi pada ekosistem yang telah mengalami kerusakan. Peringatan tersebut juga untuk menekankan perlunya usaha para pihak (stakeholder) termasuk komunitas lokal dan para pemuda. Keterlibatan komunitas lokal dalam inisiatif terkait dengan biodiversitas menjadi suatu keniscayaan karena mereka pada umumnya sangat bergantung kepada kehadiran biodiversitas, terutama untuk mata pencaharian, dan mereka juga memiliki pemahaman secara turun temurun mengenai kondisi dan kecenderungan biodiversitas di sekitar mereka.  Perayaan ini kemudian diharapkan dapat menjadi ajang pertukaran informasi, teknik, praktek-praktek terbaik serta pembelajaran di antara masyarakat yang terlibat, termasuk dalam kegiatan restorasi guna mengembangkan strategi yang efektif untuk mencapai sasaran inisiatif.  

Demikian pula keterlibatan kaum muda. Mereka harus memiliki inisiatif untuk terlibat dan harus dilibatkan dalam kegiatan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan biodiversitas, karena alasan berikut: 

  1. Kaum muda adalah pemilik masa depan. Mereka harus ikut dan diikutkan dalam pengelolaan dan perlindungan biodiversitas dan sumber daya alam lainnya agar  mereka dapat memiliki pemahaman, kemampuan, strategi dan perilaku yang mendukung mandat tersebut. 
  2. Pendidikan dapat membekali generasi muda dengan pemahaman yang lebih baik tentang biodiversitas dan manfaatnya. Hal itu akan dapat mengarahkan mereka kepada perubahan gaya hidup yang mendukung konservasi dan pemanfaatan biodiversitas yang berkelanjutan.  
  3. Kaum muda diharapkan memiliki gagasan cerdas yang solutif dan inovatif agar dapat mengatasi berbagai permasalahan global, seperti kehilangan biodiversitas, melalui pemanfaatan teknologi baru dan kemajuan kemampuan ilmiah. 
  4. Kaum muda dapat berkolaborasi dan bekerja sama dengan para pengambil keputusan, ilmuwan dan para pihak lainnya dalam mengatasi berbagai permasalahan yang muncul. 
  5. Kaum muda harus diyakinkan untuk segera terlibat dalam berbagai inisiatif terkait konservasi dan pemanfaatan biodiversitas secara berkelanjutan karena hal tersebut sangat krusial bagi masa depan yang berkelanjutan. 

Pertemuan terakhir Konvensi Biodiversitas (CoP 15) yang berlangsung secara paralel di Kunming, Tiongkok dan Montreal, Kanada, Desember 2022, telah melahirkan kesepakatan visi 2050 dan 23 target 2030 untuk melindungi dan merestorasi alam, melindungi biodiversitas dan mencegah kepunahan spesies. Rencana tersebut difokuskan pada beberapa bidang, termasuk melawan kehilangan biodiversitas, pengurangan polusi dan limbah, menangani perubahan iklim serta mempromosikan pertanian, kehutanan dan perikanan yang berkelanjutan. Di antara target yang disepakati termasuk melestarikan dan merestorasi ekosistem, meningkatkan ketangguhan biodiversitas terhadap perubahan iklim, peningkatan keragaman genetis hewan dan tanaman peliharaan, dan meyakinkan bahwa manfaat yang diperoleh dari biodiversitas dapat dibagi secara merata. Untuk mencapai berbagai kesepakatan dan target tersebut, kerangka kerjasama tersebut mengusulkan beberapa inisiatif, seperti peningkatan pendanaan untuk upaya konservasi, pembangunan kapasitas di negara-negara berkembang, promosi riset terkait biodiversitas, dan meyakinkan keterlibatan masyarakat lokal dalam upaya konservasi tersebut. 

Salah satu kritik keras yang kemudian muncul adalah kenyataan bahwa kerangka kerja tersebut tidaklah bersifat mengikat, dan pelaksanaannya kurang didukung oleh mekanisme yang menjamin adanya pemantauan dan penegakan pelaksanaan. Hal itu dikhawatirkan dapat membuat  pemerintah dan pihak lainnya tidak memegang teguh komitmen yang telah mereka buat dan sepakati, sehingga menghambat keseluruhan kesepakatan.  

Yus Rusila Noor, Direktur Wetlands International Indonesia, suatu lembaga nir-laba global yang bergerak di bidang perlindungan dan pemanfaatan lahan basah secara berkelanjutan,  menegaskan bahwa pada akhirnya, upaya untuk perlindungan dan pemanfaatan biodiversitas secara berkelanjutan menuntut adanya komitmen dan tanggung jawab dari seluruh pihak, serta tidak kurang pentingnya komitmen dari seluruh individu umat manusia, yang telah menjadi bagian dari menurunnya kondisi biodiversitas secara global. Adanya kesepakatan dan komitmen adalah satu sisi yang patut dihargai. Namun, aksi nyata dan segera akan lebih penting untuk memastikan bahwa biodiversitas global segera terlindungi untuk generasi masa kini dan masa mendatang.