Straight to content

Memakmurkan Desa  Pesisir Melalui Rehabilitasi Mangrove Berbasis Ekologi

Published on:

Ditulis oleh: Tim Komunikasi, Yayasan Lahan Basah/Wetlands International Indonesia

Wilayah pantai utara Jawa, termasuk Kabupaten Demak, terdampak erosi dan banjir pasang (rob) yang dipicu oleh konversi jalur hijau mangrove menjadi tambak dan pembangunan infrastruktur pesisir yang tidak ramah lingkungan.  Kondisi tersebut diperparah oleh penurunan muka tanah akibat ekstraksi air tanah yang tidak terkontrol. Akibatnya, masyarakat pesisir menjadi rentan dan tinggal di kawasan yang beresiko bencana. Sektor budidaya perikanan dan pertanian, dua mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi masyarakat menderita kerugian yang cukup besar. Solusi infrastruktur keras (hard structure) konvensional yang digunakan dalam upaya penanganan masalah ini terbukti tidak efektif, mahal dan tidak mampu memitigasi dan beradaptasi dengan perubahan iklim. Terlebih, pendekatan tersebut tidak memberikan jasa dan manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dapat disediakan oleh ekosistem hutan mangrove yang sehat.

Upaya-upaya pemulihan ekosistem mangrove di wilayah Kabupaten Demak telah banyak dilakukan oleh para pihak. Umumnya rehabilitasi yang dilakukan menggunakan metode penanaman bibit atau propagul secara langsung di lokasi-lokasi terdampak, dengan melibatkan masyarakat setempat. Sayangnya, upaya penanaman tersebut belum cukup efektif dalam memulihkan ekosistem pesisir yang terabrasi tersebut.

Bisakah mangrove tumbuh TANPA ditanam?

Pertanyaan tersebut muncul dalam benak anggota kelompok Sido Makmur dan dilontarkan oleh beberapa perwakilannya saat mengetahui untuk pertama kalinya dari tim fasilitator proyek  Building with Nature (BwN) Indonesia  bahwa proyek tersebut tidak akan mendorong teknik penanaman bibit atau propagul dalam upaya pemulihan kawasan pesisir di Kabupaten Demak, melainkan menggunakan metode rehabilitasi mangrove berbasis ekologi (Ecological Mangrove Rehabiltation/EMR), yang melibatkan partisipasi masyarakat. Pendekatan EMR berfokus pada pembentukan kembali kondisi lingkungan yang memungkinkan regenerasi mangrove secara alami di lokasi yang telah mengalami gangguan. Intervensi utama yang dilakukan pada EMR adalah mengembalikan struktur topografi dan hidrologi yang dibutuhkan oleh mangrove untuk tumbuh. Jika kondisi biofisik yang sesuai telah terbentuk, maka alam akan melanjutkan pekerjaan selanjutnya untuk menumbuhkan bibit atau propagule mangrove yang singgah secara alami.

Kelompok Sido Makmur Desa Betahwalang merupakan salah satu dari 10 kelompok dampingan yang dibentuk dan diberdayakan oleh Proyek BwN Indonesia. Pada tahun 2017, Kelompok Sido Makmur Desa Betahwalang yang beranggotakan 30 orang (24 laki-laki dan 6 perempuan) mulai melakukan kegiatan rehabilitasi mangrove dan revitalisasi budidaya tambak ramah lingkungan di bawah dampingan proyek BwN Indonesia. Tiga kegiatan rehabilitasi yang dilakukan meliputi mempertahankan dan menambah jalur hijau mangrove di sepanjang garis pantai Desa Betahwalang melalui pembangunan struktur tembus air (permeable structure), menerapkan desain tambak terhubung mangrove (Associated Mangrove Aquaculture/AMA), dan pengelolaan  tambak ramah lingkungan.

Kegiatan pembangunan struktur tembus air dilakukan dengan memasang pagar bambu yang diberi jaring di sepanjang garis pantai Desa Betahwalang pada pertengahan tahun 2017. Pada akhir tahun 2017 terpantau penambahan ketinggian sedimen telah mencapai 50 cm beserta kolonisasi benih mangrove alami di atas sedimen tersebut. Hingga tahun 2019, luasan sedimen dan jalur hijau mangrove bertambah sekitar 12 hektar ke arah laut, dengan tinggi mangrove mencapai 80-100 cm. 

Seiring pertumbuhan kembali jalur hijau mangrove di wilayah yang direhabilitasi, Kelompok berinisitif membangun mangrove track di kawasan tersebut sebagai sarana pendukung dalam pengawasan kawasan dan sarana jalan bagi para pihak yang ingin belajar metode rehabilitasi mangrove tanpa menanam. Hingga kini, Kelompok Sido Makmur masih terus melanjutkan upaya konservasi dan rehabilitasi ekosistem mangrove di Desa Betahwalang menggunakan pendekatan praktik cerdas Building with Nature. Sampai tahun 2023, mereka telah merehabilitasi kawasan mangrove terdegradasi hingga 20 hektar dan berencana akan merestorasi 10 hektar lainnya lagi di masa mendatang melalui sumberdaya internal kelompok maupun melalui dukungan dari para pihak lainnya.

Salah satu penggerak Kelompok Sido Makmur, Abu Dawud, mengungkapkan, “Jika bukan kita sendiri yang merawat dan melestarikan lingkungan kita, lalu siapa lagi?”. “Masyarakat setempat hakikatnya adalah pemilik sekaligus pengelola yang bertanggung jawab atas lingkungannya”, imbuhnya. “Terima kasih dan penghargaan kami ucapkan kepada semua pihak yang telah mendukung kami dalam memulihkan kawasan pesisir kami, terutama kepada Wetlands International Indonesia dan Blue Forests yang telah mendampingi serta memfasilitasi kami di lapangan selama program Building with Nature Indonesia, dan semoga Desa Betahwalang semakin hijau dan mangrovenya semakin lestari”, tambah Abu Dawud menutup pembicaraan.

Upaya pelestarian dan rehabilitasi jalur hijau mangrove di Desa Betahwalang dapat menyediakan  berbagai jasa lingkungan bagi masyarakat setempat, seperti perlindungan pesisir dan peningkatan produktifitas perikanan tangkap. Selain itu, dengan kemampuannya yang cukup besar dalam menyerap dan menyimpan karbon, kembalinya ekosistem mangrove Desa Betahwalang dapat berkontribusi bagi upaya mitigasi perubahan iklim global. Mari kita beralih ke pendekatan rehabilitasi mangrove yang lebih efektif. 

Informasi lebih lengkap tentang proyek Building with Nature Indonesia dapat dibaca pada link https://www.wetlands.org/case-study/building-with-nature-indonesia/.

Lini masa perubahan tata guna lahan dari tambak terabrasi kembali menjadi hutan mangrove di Desa Betahwalang, Kabupaten Demak. Foto: Kuswantoro/Wetlands International Indonesia

Artikel ini juga dimuat pada Buletin Karbon Biru Indonesia: Edisi Januari 2025