Sampah menjadi berkah, sampah menjadi indah dan sampah menjadi rupiah
-
Jenis
Produk berbahan plastik sangat umum digunakan oleh masyarakat di era modern ini. Hal tersebut karena harganya yang relatif murah, dengan kualitas yang tahan lama, fleksibel dan mudah membawanya. Selain manfaat yang besar, penggunaan plastik telah menimbulkan permasalahan pencemaran global. Permasalahan tersebut menarik perhatian seorang ibu rumah tangga bernama Ibu Hj. Erni Suhaina Ilham Fadzry (55 tahun), yang kemudian mengambil inisiatif inovatif untuk mengelola sampah plastik di lingkungan tempat tinggalnya. Siapa sangka langkah sederhana yang beliau lakukan ternyata memberi dampak positif bagi lingkungan serta pemberdayaan perempuan. Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada tanggal 5 Juni 2023, tim komunikasi Wetlands International Indonesia mewawancarai beliau untuk mengambil pelajaran berharga yang dapat menjadi inspirasi bagi pembaca WKLB di seluruh Indonesia.
Berikut ini hasil wawancara Wetlands International Indonesia dengan Ibu Erni:
Apa motivasi Ibu Erni dalam mengelola sampah plastik?
Kepedulian terhadap lingkungan sudah ditanamkan oleh orang tua saya sejak kami kecil. Orang tua selalu menanamkan petuah hidup Sunda “Kanu buruk masing butuh kanu anyar masing lebar, yang artinya terhadap sesuatu yang lama masih dibutuhkan dan terhadap sesuatu yang baru masih disayang. Petuah tersebut kami terjemahkan menjadi kebiasaan menggunakan kembali (reuse) dan mendaur ulang (recycle) barang lama serta menjaga sesuatu yang kita miliki agar dapat bertahan lama sehingga mengurangi pembelian barang baru yang tidak perlu (reduce).
Seiring waktu, saat masih kuliah, saya sering melewati tumpukan sampah di sepanjang perjalanan ke kampus. Kemudian pada tahun 2005, terjadi longsor sampah di TPA Leuwi Gajah, yang mengakibatkan kematian 157 orang dan tertimbunnya pemukiman warga sekitarnya. Peristiwa tersebut menjadi momentum refleksi bagi saya pribadi dan menyadari bahwa permasalahan sampah bukan hanya urusan pemerintah namun tanggung jawab kita semua sebagai produsen sampah. Setelah saya berumah tangga, saya bertekad tidak hanya ingin bermanfaat bagi keluarga namun juga ingin berkontribusi pada negara, lingkungan dan masyarakat.
Bagaimana perjalanan karir ibu sehingga menjadi sosok pengusaha yang memberi dampak sosial dan lingkungan (socioecopreneur)?
Di antara waktu luang saya sebagai ibu rumah tangga, saya berkomitmen untuk memberikan kontribusi pada negara, lingkungan dan masyarakat khususnya kaum perempuan melalui bidang yang saya minati. Saya menyadari bahwa upaya penyadartahuan tentang sampah akan sulit diterima dan dicontoh oleh masyarakat jika hanya melalui himbauan-himbauan tentang menjaga lingkungan. Pada tahun 2005 saya mendirikan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Bu Nandang, yang berfokus pada pemanfaatan bahan sampah untuk dijadikan produk seperti tas anyaman dari plastik kemasan minuman atau pewangi pakaian, sedotan plastik dan koran. Selain itu, saya juga memiliki keahlian di bidang kecantikan dan tata rias pengantin dan memiliki kualifikasi sebagai penguji (assessor). Dengan keahlian tersebut, saya sering mendapat undangan menjadi pembicara dan pelatih di berbagai daerah. Pada saat memberi pelatihan tata kecantikan, saya menunjukkan produk berbahan sampah yang saya buat seperti paket hantaran dan gaun pengantin. Dengan melihat produk tersebut, banyak diantara peserta pelatihan yang meminta diajarkan cara membuat produk berbahan sampah tersebut. Hal ini secara tidak langsung membuat murid-murid saya mulai mengelola sampah plastiknya. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak yang mengenal kiprah saya di bidang pengolahan sampah. Kemudian, saya sering diminta oleh instansi pemerintah dari berbagai daerah dan CSR perusahaan swasta untuk memberikan pelatihankewirausahaan berbasis sampah bagi masyarakat. Melalui kegiatan tersebut saya secara tidak langsung mengajak para perempuan untuk mengatasi permasalahan sampah yang juga dapat memberikan nilai ekonomi bagi mereka. Aktifitas tersebut dapat memberdayakan kelompok difabel, sehingga mereka memiliki matapencaharian. Meskipun saya tidak memproduksi secara masal, karya gaun dari sampah plastik sering disewa oleh anak-anak sekolah dan perusahaan swasta untuk karnaval dengan harga sewa berkisar antara 150,000 hingga 500,000 rupiah. Saya memiliki slogan sampah menjadi berkah sampah menjadi indah dan sampah menjadi rupiah, hal ini saya sampaikan supaya orang-orang bisa tertarik dan mengikuti mengelola sampah plastik yang ada di sekitarnya
Saya dengar ibu sering mendapatkan penghargaan atas kontribusi ibu terhadap lingkungan dan masyarakat. Penghargaan apa saja yang ibu pernah peroleh?
Pada dasarnya, semua inisiatif yang saya lakukan dalam pengolahan sampah adalah atas kesadaran pribadi demi menjaga lingkungan. Saya tidak pernah mengharapkan penghargaan dari manusia. Bagi saya, perbuatan menjaga lingkungan merupakan bagian dari amal kebaikan dan menyebarluaskan ilmu tersebut adalah bagian dari amal jariyah. Jika kemudian ada pihak-pihak yang memberi penghargaan saya anggap sebagai bentuk apresiasi dan motivasi bagi saya. Di antara penghargaan yang pernah saya terima adalah penghargaan 1). Rekor MURI untuk karya spektakuler berupa gaun pengantin, seragam panitia dan dekorasi yang terbuat dari sampah non B3 (plastik kresek) pada tahun 2010, 2). Inspiring Women Award dari Media Suara Merdeka Group 2011, dan 3). Indonesia GREEN Award 2012 Kategori Green Local Hero dari Kementerian Kehutanan dan Kementerian Perindustrian.
Selain award, saya juga pernah mendapat penghargaan berupa beasiswa dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk magang pada event Istambul Expo di Turki dan mengikuti pameran ke beberapa negara Eropa. Pengalaman tersebut sangat berkesan dan membuka wawasan saya untuk lebih mengembangkan keterampilan pengolahan produk berbahan sampah.
Apakah ibu mendapat hambatan dalam menjalankan misi pengolahan sampah dan jika ada, bagaimana ibu menghadapinya?
Tentu saja ada. Jika tidak ada hambatan maka kita tidak akan berkembang. Dengan adanya hambatan maka saya semakin terasah untuk mencari solusi. Saya berprinsip bagaimana saya bisa merubah tantangan menjadi peluang bagi saya.
Hambatan pertama justru berasal dari pihak keluarga saya, yaitu suami dan anak. Karena saya suka mengumpulkan sampah, keluarga saya merasa terganggu karena membuat rumah kami yang kecil menjadi kotor dan berantakan. Di sela-sela tugas sebagai ibu rumah tangga, saya mengisi waktu dengan mensortir sampah sesuai jenisnya, menggunting botol plastik dan merapikan sampah tersebut agar tidak sempat menumpuk dan membuat rumah menjadi kumuh dan berantakan. Hal ini membutuhkan ketelatenan dan bagi saya waktu 24 jam tidak cukup.
Selain itu, ada saja orang yang meremehkan kegiatan dan hasil karya saya. Cibiran pernah saya terima dari peserta pelatihan yang berasal dari kalangan istri pejabat yang menganggap kegiatan pengolahan sampah sebagai kegiatan tidak bermanfaat dan membuang waktu. Hal tersebut menandakan bahwa masih banyak kalangan berpengaruh yang kurang memahami makna dari upaya pengolahan sampah serta kurang menghargai produk kerajinan yang dihasilkannya. Terhadap sindiran tersebut, saya coba menjelaskan bahwa tujuan saya mengajarkan keterampilan pengolahan sampah kepada kalangan beliau adalah menciptakan influencer yang dapat mempengaruhi masyarakat yang lebih luas tentang pentingnya pengelolaan sampah.
Apa harapan ibu terkait gerakan pengelolaan sampah di Indonesia?
Saya menyadari bahwa kemampuan saya sangat terbatas untuk bisa membuat perubahan yang besar. Agar gerakan ini dapat berdampak, tentunya membutuhkan peran dan dukungan banyak pihak. Dukungan utama yang diharapkan dari pemerintah adalah berupa political will terkait regulasi dan tata kelola sampah hingga di level masyarakat. Selain itu, dukungan finansial juga dibutuhkan untuk operasional penyelenggaraan pelatihan pengelolaan sampah secara gratis bagi masyarakat. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan saluran komunikasi yang dapat memfasilitasi penyebarluasan pesan dan ajakan untuk mengelola sampah di lingkungan masing-masing.