Straight to content

Kolaborasi dan Partisipasi Masyarakat,Kunci Keberhasilan Rerehabilitasi dan Perlindungan Mangrove

Published on:

“Jejak-jejak Langkah Program Rehabilitasi Mangrove di Desa Liagu, Kalimantan Utara”

Upaya-upaya konservasi ekosistem lahan basah apapun bentuk, cara maupun istilahnya, penting untuk dilakukan secara komprehensif, terpadu lintas sektoral serta melibatkan peran serta masyarakat lokal.
“Persatuan adalah kekuatan. Ketika ada kerja tim dan kolaborasi, hal-hal luar biasa dapat dicapai.” Mattie Stepanek

Rumah panggung yang menjadi salah satu ciri khas kehidupan masyarakat pesisir Desa Liagu. (© Triana / Wetlands International Indonesia)

Kebersamaan dan ikatan kekeluargaan antara Wetlands Intenational Indonesia dengan penduduk Desa Liagu, Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, sudah terjalin sejak tahun 2022 lalu. Saat itu, Desa Liagu menjadi lokasi kegiatan Wetlands International Indonesia dalam program rehabilitasi mangrove melalui pendekatan To Plant or Not To Plant (TPNTP), suatu pendekatan pemulihan ekosisitem mangrove secara alami. Program TPNTP, Wetlands International Indonesia telah membentuk demplot percontohan (pilot project) penerapan pendekatan EMR (Ecological Mangrove Restoration) di salah satu tambak milik kelompok masyarakat di Desa Liagu seluas 15 ha.

Demplot percontohan ecological mangrove restoration di Desa Liagu. (© Triana / Wetlands International Indonesia)

Kegiatan TPNTP diadopsi dari kegiatan Building with Nature yang diterapkan di pesisir Demak, Jawa Tengah, pada tahun 2015-2020.

Pelibatan masyarakat lokal menjadi pilar utama keberhasilan suatu program rehabilitasi mangrove. Mereka dilibatkan secara partisipatif dari awal hingga akhir program, seperti yang telah terselenggara di pesisir Demak dan Desa Liagu. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan peran dan manfaat penting mangrove di sekitarnya, disertai dengan meningkatnya perekonomian mereka melalui pengembangan mata pencarian yang ramah lingkungan, menjadi kunci penting tercapainya suatu program pemulihan dan perlindungan mangrove.

Program TPNTP yang telah berakhir di Desa Liagu, kemudian dilanjutkan dengan program Nature-based Solutions for Climate Smart Livelihoods in Mangrove Landscapes (NASCLIM) yang diselenggarakan melalui kerjasama antara Global Green Growth Institute (GGGI), Wetlands International (WI), dan Yayasan Lahan Basah (YLBA) yang pendanaannya didukung oleh Pemerintah Kanada. NASCLIM dimulai dari April 2023 dan akan berlangsung hingga tahun 2028 di pesisir Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur. Kegiatan rehabilitasi mangrove, perlindungan hutan mangrove, serta peningkatan mata pancarian masyarakat di kedua provinsi tersebut, difokuskan di enam desa sasaran, yaitu: Desa Liagu, Sekatak Buji, Sekatak Benggara, dan Salimbatu di Delta Kayan Sembakung, Kalimantan Utara, serta di Desa Muara Pantuan dan Sepatin di Delta Mahakam, Kalimantan Timur.

Meningkatnya ketahanan pesisir dan ketangguhan masyarakat menjadi tujuan utama program NASCLIM, selain juga mendorong reformasi kebijakan yang memberikan insentif bagi perlindungan mangrove dalam jangka panjang.

Mengharapkan kembalinya hutan mangrove dan sumber perekonomian masyarakat Desa Liagu

Konversi hutan mangrove secara masif yang terjadi hampir di seluruh wilayah pesisir Indonesia menjadi tambak-tambak budidaya perikanan intensif pada tahun 1980-an, serta diperparah dengan maraknya penebangan mangrove secara liar tanpa terkendali oleh masyarakat untuk diambil kayunya, telah menyisakan cerita pilu tentang rusak dan hilangnya mangrove sebagai benteng alami pesisir.  Dampak dari kerusakan tersebut tidak terkecuali juga dirasakan masyarakat pesisir Desa Liagu, dimana hasil tangkapan alam seperti udang, ikan dan kepiting yang merupakan mata pencaharian utama sebagian besar masyarakat nelayan Desa Liagu mengalami penurunan. 

Masyarakat semakin menyadari bahwa faktor utama terjadinya (ancaman) bencana abrasi dan badai laut serta penurunan hasil tangkapan kepiting alam yang dialami selama ini, disebabkan oleh rusaknya hutan mangrove yang ada di sekitar lingkungan mereka. Untuk memulihkan kondisi mangrove yang sudah terganggu, diperlukan upaya-updaya cepat restorasi mangrove pesisir Desa Liagu.

Beberapa kegiatan rehabilitasi mangrove dan revitalisasi mata pencaharian masyarakat yang sudah dan sedang berlangsung di Desa Liagu dimana saat ini diusung program NASCLIM, diharapkan dapat menjadi ‘jembatan’ kembalinya ekosistem mangrove yang kuat.  Kolaborasi antar seluruh pihak terkait dengan dukungan partisipasi aktif masyarakat merupakan kunci utama yang akan menentukan keberhasilan program. Pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan, tidak hanya untuk kepentingan generasi saat ini saja, akan tetapi juga untuk mempersiapkan warisan lingkungan yang sehat bagi generasi-generasi penerus yang akan datang.  Semoga.

Penulis :

Triana

Senior Publication Officer