Straight to content

Air Sebagai Mekanisme Perubahan: Water as Leverage

Published on:
  • Coastal resilience
  • Coastal wetland conservation

“….saat ini, tidak kurang dari 2,1 milyar orang di seluruh dunia terpaksa harus memanfaatkan air yang telah tercemar. Saat ini juga, tidak kurang dari 25 juta orang terpaksa mengungsi akibat bencana yang terkait dengan perubahan iklim, dan air adalah merupakan jantung dari perubahan iklim.

Tanpa air, makanan juga akan sulit diperoleh, dan ketika air semakin sulit untuk diperoleh, maka wanita dan anak-anak kemudian harus lebih banyak meluangkan waktunya untuk mencari dan mendapatkan air. Padahal, jika saja air bisa diperoleh dekat di lingkungan sekitar, maka anak-anak dapat lebih banyak meluangkan waktunya untuk belajar dan menimba ilmu. Dengan demikian, air menjadi salah satu inti dari mekanisme untuk perubahan, yang bisa menjadi faktor perusak tetapi juga pada saat yang sama dapat menjadi faktor pemersatu”.

Demikan benang merah yang disampaikan oleh Henk Ovink pada saat Diskusi Penjajakan Pengelolaan Sumber Daya Air Kota Semarang (Water as Leverage), yang dilaksanakan di kota Semarang, 3-4 September 2018. Henk Ovink adalah Utusan Khusus Kerajaan Belanda untuk Urusan Air Internasional. Beliau adalah penggagas lahirnya Water as Leverage yang merupakan inisiatif global untuk mengatasi permasalahan ketersediaan air bersih di seluruh dunia. Selain itu, Henk Ovink adalah penggagas inisiatif “Rebuild by Design” dan menjadi penasihat senior Presiden Obama dalam mengatasi dampak dari topan Sandy di AS tahun 2012.

Diskusi kali ini membicarakan mengenai berbagai upaya perancangan (desain) untuk mengatasi permasalahan air, khususnya di kota Semarang. Melalui sayembara yang diadakan oleh Henk Ovink dan RVO (Netherlands Enterprise Agency, atas nama Kementerian Luar Negeri Kerajaan Belanda), telah terpilih 6 tim yang mengajukan proposal desain untuk bekerja di 3 kota Asia: Semarang, Chennai (India) dan Khulna (Bangladesh). Di Semarang sendiri, 2 tim yang memenangkan sayembara mengusung tema 1) “One Resilient Semarang: Water(shed) as Leverage” atau “Semarang yang Berketahanan: Daerah Aliran Sungai Sebagai Pembawa Perubahan” dan tema 2) “Cascading Semarang – Steps to inclusive growth” atau “Membangun-susun Semarang – Langkah-langkah Menuju Pertumbuhan yang Inklusif”

Budi Prakoso, perwakilan dari Bappeda Kota Semarang, menegaskan bahwa inisiatif seperti ini patut didukung, tetapi harus dipastikan bahwa para pemangku kepentingan lokal dapat terlibat secara aktif, dan inistiatif yang telah berhasil dijalankan selama ini dapat diteruskan oleh para pemangku kepentingan lokal.

Dalam diskusi ini, Wetlands International aktif terlibat membagikan pengetahuan dalam menjalankan aktifitasnya di Indonesia selama ini. I Nyoman Suryadiputra, Head of Office Wetlands International Indonesia, menekankan agar kegiatan yang dilaksanakan di Semarang benar-benar merupakan sesuatu yang bermanfaat dan dapat dirasakan oleh masyarakat Semarang, dan tidak hanya menghasilkan tumpukan dokumen saja.

Selaras dengan tema yang didiskusikan, Susan Lusiana, Project Coordinator Partners for Resilience (PfR), mengingatkan kembali berbagai komitmen yang telah dibuat dalam seminar nasional mengenai Penurunan Muka Tanah (Land Subsidence) yang diadakan oleh Kementerian Koordinator Maritim bersama Wetlands International Indonesia pada akhir Maret lalu, di mana salah satunya menyebutkan kebutuhan adanya suatu kerja sama untuk mengatasi masalah penurunan kualitas sumber daya air.

Sementara itu, Apri Susanto, Project Coordinator Building with Nature, menguraikan berbagai kegiatan yang telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan erosi dan penurunan muka tanah di pesisir utara Demak, Jawa Tengah, melalui restorasi pesisir dan peningkatan mata pencaharian masyarakat.

Yus Rusila Noor, Head of Programme Wetlands International Indonesia, dalam laporan kelompok juga menyatakan perlunya membangun kepercayaan dari masyarakat untuk memulai kerja bersama dalam mengatasi permasalahan di tingkat tapak. Diskusi akan dilanjutkan kembali pada bulan November 2018 dan Maret 2019.

(Dilaporkan oleh Yus Rusila Noor, Head of Programme Wetlands International Indonesia)