
Restorasi Mangrove dan Hak-Hak Masyarakat Adat dan Lokal
Mangrove bukan hanya hutan, ia adalah kehidupan bagi makhluk di bumi. Restorasi mangrove tidak bisa dilepaskan dari aspek sosial dan hak asasi masyarakat yang berinteraksi langsung dengan kawasan mangrove. Pendekatan yang hanya fokus pada aspek ekologis tanpa mempertimbangkan hak-hak masyarakat lokal berisiko gagal secara sosial maupun ekologis. Oleh karena itu, perlu sinergi antara pemerintah, masyarakat, LSM, dan sektor swasta dalam memastikan bahwa restorasi mangrove selain mendukung perlindungan lingkungan tetap memastikan terjaganya keadilan sosial.
Terdapat sejumlah tantangan dari aspek sosial, ekonomi dan juga tenurial yang harus dihadapi untuk pelaksanaan kegiatan ini, seperti:
- Ketidakjelasan status tanah dan wilayah kelola.
- Keterbatasan regulasi terkait kepemilikan dan penggunaan kawasan serta kurangnya penegakan hukum.
- Minimnya partisipasi masyarakat lokal dalam perencanaan.
- Ketimpangan akses terhadap manfaat ekonomi.
- Keterbatasan dana, sering kali menjadi kendala utama terutama bagi daerah dengan anggaran terbatas.

Berbagai tantangan tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum kegiatan pemulihan dilakukan agar tidak ada resistensi dari pihak-pihak yang selama ini memiliki akses penggunaan kawasan tersebut untuk penghidupan. Pemecahan tantangan ini memerlukan pendekatan terpadu, yang mencakup edukasi masyarakat, pendanaan berkelanjutan, kebijakan yang mendukung, serta pengelolaan kolaboratif antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas lokal.
Prinsip PADIATAPA dalam kegiatan restorasi mangrove
Restorasi mangrove dan hak-hak masyarakat merupakan isu yang saling berkaitan dan penting dalam konteks pembangunan berkelanjutan, perlindungan lingkungan, serta keadilan sosial. Untuk memastikan masyarakat adat dan lokal memiliki kontrol atas keputusan yang memengaruhi hak atas tanah dan sumber daya mereka, maka suatu proyek wajib memberikan ruang bagi masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pengelolaan masa depan lingkungan serta hidup mereka.
Rehabilitasi mangrove yang sedang dilaksanakan proyek NASCLIM pada enam desa di Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur, juga tidak luput dari tantangan yang dihadapi dimana sebagian besar lahan tambak yang diusahakan masyarakat berada dalam kawasan hutan mangrove milik negara. Untuk proses restorasi, maka perlu dilakukan pendekatan dan sosialisasi untuk memberikan pemahaman yang baik dan benar agar masyarakat yang selama ini berkegiatan di wilayah tersebut bisa memahami maksud dan tujuan NASCLIM dan bersedia secara sukarela mendukung semua kegiatan NASCLIM pada wilayah yang selama ini mereka gunakan. Dalam kegiatan ini proyek NASCLIM menerapkan prinsip-prinsip PADIATAPA.
Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (PADIATAPA), atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Free, Prior, and Informed Consent (FPIC), merupakan prinsip penting dalam memastikan bahwa masyarakat adat dan lokal memiliki kontrol atas keputusan yang memengaruhi HAK atas tanah, wilayah dan sumber daya mereka. Implementasi yang efektif memerlukan komitmen dari semua pihak untuk menghormati hak-hak ini dan memastikan proses yang transparan, inklusif, dan adil.
PADIATAPA diakui dalam berbagai instrumen hukum internasional dan nasional, yang memberikan fondasi yang kuat bagi keberhasilan penerapan prinsip partisipatif dan inklusif dalam restorasi dan pengelolaan kawasan mangrove. Dengan mengacu pada instrumen yang sudah ada, program restorasi mangrove di areal tambak milik masyarakat diharapkan dapat dijalankan secara adil, transparan, berkeadilan, dan meningkatkan keterlibatan masyarakat sebagai bagian integral dari pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Dasar hukum internasional
- ILO Konvensi No. 169 (1989): Pasal 6 mengharuskan konsultasi dengan masyarakat adat sebelum langkah legislatif atau administratif yang mungkin memengaruhi mereka secara langsung.
- Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP, 2007): Pasal 19 dan 32 menegaskan kewajiban negara untuk berkonsultasi dan memperoleh persetujuan masyarakat adat sebelum melaksanakan proyek yang berdampak pada tanah atau wilayah mereka.
Landasan hukum nasional
- UUD 1945, Pasal 18 B ayat (2): “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
- Pasal 28 I ayat (3): “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan jaman dan peradaban.”
- Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA, UU No. 5 Tahun 1960).
- Undang-Undang Kehutanan (UU No. 41 Tahun 1999 dan Perubahannya)
- Peraturan Menteri LHK Nomor 6 Tahun 2019.
- Peraturan Menteri LHK Nomor 7 tahun 2022 tentang Penugasan pelaksanaan Restorasi Gambut TA 2022.
- Regulasi dan Kebijakan Pemerintah Daerah
Pendekatan dengan prinsip PADIATAPA pada kegiatan rehabilitasi mangrove, akan memberikan implikasi positif bukan hanya bagi proyek tetapi juga bagi wilayah dan masyarakatnya. Masyarakat lokal memiliki jaminan mendapatkan ruang untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan, sehingga tercipta rasa memiliki dan tanggung jawab bersama terhadap keberhasilan program restorasi mangrove.
Dengan mengintegrasikan prinsip PADIATAPA dalam kerangka hukum nasional, konflik terkait penggunaan lahan dan hak atas tanah dapat diminimalkan. Proses konsultasi dan dokumentasi persetujuan menjadi bukti bahwa semua pihak telah memperoleh informasi lengkap sebelum proyek dilaksanakan, sehingga mengurangi potensi sengketa di kemudian hari.
Langkah-langkah pelaksanaan PADIATAPA
Pra Kondisi
Membangun hubungan komunikasi dengan masyarakat yang berpotensi terkena dampak untuk saling mengenal dan memahami situasi masing-masing dan memperkenalkan apa itu Nasclim.
Penginformasian
Penginformasian dilakukan melalui FGD yang berisi empat agenda utama, yaitu: sosialisasi, diskusi, konsultasi, dan negosiasi.
Pemetaan dan Analisis
Hasil-hasil FGD 1 akan dipetakan oleh kedua belah pihak, dipelajari dan dianalisis untuk melahirkan kesimpulan dan jawaban.
Pengambilan keputusan
Tahapan ini dilakukan melalui FGD ke 2 untuk memastikan negosiasi berhasil atau tidak yang akan menentukan apakah restorasi mangrove dengan metode yang akan digunakan Nasclim dapat dilaksanakan atau ditolak.
Dokumen Persetujuan
Dokumen persetujuan disusun dengan format yang jelas dan sesuai standar dokumen legal termasuk penjelasan tentang informasi yang telah disampaikan, risiko, manfaat, serta hak-hak masyarakat, tanda tangan dan cap resmi dari perwakilan pemerintah dan lembaga resmi yang ikut dalam proses PADIATAPA.
Monitoring dan Evaluasi
Selama pelaksanaan proyek, dilakukan proses monitoring dan evaluasi secara bersama antara NASCLIM dengan masyarakat. Hal ini untuk menjaga kepercayaan dan dukungan yang diberikan oleh masyarakat. Demikian juga jika ada pengaduan atau keluhan dari masyarakat, maka NASCLIM harus segera memberi respon agar tidak menimbulkan keluhan berikutnya. ••
Referensi:
Jenny Springer dan Vanessa Retana. 2014. Kertas Kerja WWF. Persetujuan atas Informasi di awal tanpa paksaan dan REDD+: Pedoman & Sumber daya.
Joko Waluyo, Andi Kiki, Achmad Surambo. 2015. Padiatapa untuk Siapa? Persepsi Masyarakat. Kertas Kerja. http://www.kemitraan.or.id
Panduan Rainforest Alliance. 2022. Proses Persetujuan atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (PADIATAPA/FPIC). Dokumen SA-G-SD-45. Versi 1.
Patrick Anderson. 2011. Free Prior and Informed Consent (FPIC) dalam REDD+. Prinsip dan pendekatan untuk pengembangan kebijakan & proyek.
Pokja REDD+. 2012. Panduan Pelaksanaan Free Prior Informed Consent (FPIC) dalam program UN-REDD di Sulawesi tengah.
RSPO. 2022. Free, Prior and Informed Consent (FPIC) Guide. Kode Dokumen: (2022) RSPO-GUI-T08-002 V2 ENG
The Nature Conservancy. Panduan Hak Asasi Manusia. Panduan Hak Asasi Manusia untuk Bekerja bersama Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal.
www.fao.org. 2016. Free Prior and Informed Consent. An Indigenous people’s rights and a good practice for local communities. Manual for project practitioners.
Berbagai artikel dan berita bebas lainnya di internet
Penulis :
