
Pelatihan untuk Pelatih Sekolah Lapangan Pesisir Tambak Terhubung Mangrove Digelar di Tanjung Selor
Tanjung Selor, Kalimantan Utara – Upaya penguatan kapasitas bagi 34 orang fasilitator lapangan dan para pihak yang terlibat dalam Program NASCLIM untuk pengelolaan sumber daya alam pesisir yang berkelanjutan mulai dilakukan. Salah satu upaya yang baru-baru ini diwujudkan adalah melalui penyelenggaraan Training of Trainers (ToT) mengenai sekolah lapangan pesisir Associated Mangrove Aquaculture/AMA (Tambak Terhubung Mangrove). ToT diselenggarakan selama tiga hari, mulai 7 hingga 9 Februari 2025, di Kota Tanjung Selor, Kalimantan Utara.

ToT difokuskan pada metode kepemanduan sekolah lapangan untuk pengelolaan ekosistem mangrove dan peningkatan pengelolaan tambak berbasis masyarakat (AMA). Pengelolaan tambak terhubung mangrove bertujuan untuk mengembalikan jasa lingkungan sabuk hijau mangrove dalam mendukung produktifitas budidaya tambak dan fungsi perlindunganya. Para peserta pelatihan terdiri dari fasilitator lapangan Program NASCLIM, penyuluh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Kutai Kartanegara, penyuluh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Delta Mahakam dan Tarakan, serta perwakilan masyarakat yang berpotensi menjadi penggerak dari enam desa dampingan Program NASCLIM. Melalui pelatihan ini, para peserta diharapkan dapat menjadi fasilitator desa yang terampil dan kompeten dalam memandu sekolah lapangan pesisir di desanya masing-masing.

Materi pelatihan dibagi ke dalam tiga kelompok, dengan alur yang bertahap mulai dari pengantar kepemanduan dan rehabilitasi mangrove, prinsip-prinsip kepemanduan, hingga simulasi teknik memandu sekolah lapangan pesisir. Berbagai teknik fasilitasi juga digunakan, seperti menonton video dokumenter dan permainan yang disertai refleksi, diskusi interaktif, dan pemaparan.
Sekolah lapangan sendiri merupakan sebuah metode pembelajaran bagi orang dewasa yang mengedepankan refleksi pengalaman dan partisipasi aktif pesertanya dalam memecahkan permasalahan terkait isu yang mengancam kehidupan dan penghidupan mereka. Pembelajaran sekolah lapangan dilakukan melalui siklus belajar yang terdiri dari: mengalami, mengamati, mengungkapkan, menyimpulkan, dan mensintesis.

Pada hari terakhir, trainer meminta peserta untuk membuat rencana tindak lanjut setelah mengikuti pelatihan. Dalam sambutan penutupannya, Eko Budi Priyanto, Koordinator Program NASCLIM Yayasan Lahan Basah (YLBA), menyampaikan pesan bahwa setelah menyelesaikan pelatihan, peserta akan kembali ke desa dampingan masing-masing untuk mengimplementasikan ilmu dan keterampilan yang diperolehnya. “Para fasilitator, penyuluh dan penggerak masyarakat akan mendampingi dan membekali masyarakat pesisir di desa atau wilayah kerjanya dalam menghadapi dan mencari penyelesaian permasalahan lingkungan dan penghidupan dengan pendekatan yang berkelanjutan dan partisipatif,” imbuhnya.