Asia Mulai Mengatur Barisan Mendukung Building wih Nature untuk Meningkatkan Upaya Adaptasi terhadap Perubahan Iklim
-
Ketahanan pesisir
-
Konservasi lahan basah pesisir
Indonesia, Malaysia, Filipina, Jepang, dan India adalah beberapa negara yang berkumpul di Belanda dalam pekan ini untuk membicarakan bagaimana meningkatkan berbagai upaya adaptasi berbasis alam yang dibutuhkan untuk melindungi wilayahnya dari beberapa ancaman yang semakin nyata, seperti banjir, angin ribut, dan erosi di wilayah pesisir. Pertemuan antara perwakilan LSM dan organisasi internasional, termasuk Global Commission on Adaptation dan Wetlands International dengan para pembuat kebijakan serta para ahli ini dirancang sebagai forum untuk saling bekerja sama menuju suatu komitmen resmi dan mengatasi berbagai risiko yang terus bergulir.
Sekitar 100 juta orang yang tinggal di kota pesisir seperti Jakarta, Bangkok, dan Manila terekspos bahaya banjir, terutama yang bertempat tinggal di daerah delta dan estuaria di wilayah tersebut Para pengambil keputusan dihadapkan dengan suatu tantangan rumit, yaitu untuk dapat mempertahankan mekanisme perlindungan alami lingkungan pada saat yang sama juga membangun prasarana yang menguntungkan secara sosial dan berketahanan iklim.
Berbagai solusi tradisional, seperti misalnya dengan membangun bendungan, struktur penghalang, dan dinding laut kerap menyebabkan dampak negatif yang signifikan dan mengganggu proses-proses hidrologis dan sedimentasi. Organisasi seperti EcoShape dan Wetlands International kembali mengarahkan perhatiannya kepada pendekatan alternatif, seperti “Building with Nature”, atau Membangun bersama Alam, yang memadukan antara rancangan prasarana dengan upaya restorasi ekosistem yang memberikan nilai tambah pada upaya perlindungan wilayah pesisir, pengendalian banjir, seraya meningkatkan usaha perikanan, rekreasi, dan keanekaragaman hayati.
Konsep ‘Membangun bersama Alam’ melibatkan para ahli dalam proses perencanaan yang menyeluruh, terdiri atas para ahli hidrologi, ekologi, dan ilmu teknik sipil yang bekerja bersama-sama dengan masyarakat setempat yang terdampak dan kalangan pemerintah untuk mengembangkan solusi-solusi berkelanjutan yang memenuhi kebutuhan lokal.
Sejak tahun 2012, Kementerian Kelautan dan Perikanan mulai memelopori dan langsung bekerja sama dengan beberapa organisasi internasional dan masyarakat untuk menghentikan penurunan kualitas lingkungan pesisir dan penurunan muka tanah di pulau Jawa dengan menggunakan pendekatan ini. Prakarsa yang pada awalnya dimulai dari suatu eksperimen kecil di satu desa, saat ini telah berkembang menjadi sesuatu yang berskala lansekap sepanjang 20 km melibatkan 13 kecamatan di pesisir, dirancang untuk mengurangi risiko bencana, adaptasi terhadap iklim, serta ketahanan masyarakat terhadap bencana. Contoh-contoh seperti ini menunjukkan bahwa pendekatan Building with Nature cukup efektif dalam mengatasi berbagai ancaman yang semakin meningkat, namun di sisi lain penerapan di Asia masih terhitung lambat.
Dengan mempersatukan para pembuat kebijakan, ahli di bidang teknik, dan pejabat pemerintah dari seluruh penjuru Asia untuk menghadiri rangkaian kegiatan selama sepekan, termasuk lokakarya para ahli, dan makan malam tingkat tinggi, Global Commission on Adaptation, Wetlands International, Deltares, EcoShape, dan Asian Development Bank bertujuan untuk memfasilitasi suatu dialog yang diyakini akan mempercepat kemampuan beradaptasi Asia dan melanjutkan keberhasilan yang telah dicapai hingga saat ini.
“Building with Nature mewakili suatu perubahan paradigma, dari yang terbatas pada meminimasi dampak-dampak negatif menjadi upaya memaksimalisasi manfaat bagi masyarakat dan alam. Pada berbagai kondisi rentan, hal ini adalah satu-satunya jalan ke depan. Dengan terus berkembangnya ancaman perubahan iklim dan bahaya akibat hilangnya lahan basah di seluruh dunia, adalah sangat penting bagi kita untuk dapat meningkatkan upaya adaptasi ini sesegera mungkin,” ungkap Jane Madgwick, Chief Executive Officer Wetlands International, yang turut mendukung acara pekan ini.
Patrick Verkooijen, Chief Executive Officer dari Global Center on Adaptation dan mitra pengelola dari Global Commission on Adaptation mengatakan: “Upaya adaptasi yang berhasil diterapkan di alam membutuhkan pengorbanan yang besar, baik itu dalam konteks ekonomi maupun dalam hal manfaat sosial maupun ekonomi yang kurang bisa diukur. Prakarsa semacam Building with Nature yang meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim harus dapat diterapkan secara luas. Bekerja sama dengan kantor kami di Beijing, saya berharap negara-negara lain di Asia dapat belajar dari pengalaman Indonesia dalam menjalankan dan meningkatkan upaya maupun solusi. Tidak ada satupun negara yang dapat mengatasi ancaman global ini sendirian”.
Henk Nieboer, Direktur EcoShape mengatakan: “Di EcoShape kami mengumpulkan pengetahuan tentang perancangan dan penerapan berbagai solusi Building with Nature melalui sejumlah proyek percontohan yang diwujudkan sejak tahun 2008. Kami mengembangkan rancangan tiap-tiap solusi tersebut bersama dengan para pemangku kepentingan di tingkat lokal, berdasarkan suatu analisis sistematis terhadap lingkungan. Kami memadukan nilai-nilai ekonomi, sosial, dan lingkungan ke dalam rancangan yang dibuat, sehingga dapat dibangun suatu business case yang layak dan berkelanjutan.”
Isao Endo, Ahli Lingkungan dari Asian Development Bank, mengatakan: “Berinvestasi pada alam dapat membantu memperoleh manfaat yang berlipat ganda, seperti merestorasi ekosistem penting, meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim dan bencana, serta menciptakan kota yang layak huni. Kebijakan dan rencana pembangunan harus melibatkan nilai alam dan jasa yang diberikan oleh ekosistem serta harga sosial dan lingkungan yang harus dibayarkan jika kehilangan keduanya, ke dalam rencana dan rancangan awal proyek. Solusi berbasis alam yang memberikan opsi-opsi yang peka terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati harus menjadi bagian dari suatu rancangan standar investasi yang ditujukan untuk meningkatkan lingkungan yang berkelanjutan”.
Bregje van Wesenbeeck, Ahli Lingkungan dari Deltares, menambahkan: “Ancaman global saat ini, seperti misalnya perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati menantang kita untuk terus menemukan jalan terbaik dalam hal mengelola wilayah pesisir dan sistem DAS. Pelibatan alam dan keanekaragaman hayati dalam pembangunan daerah perkotaan menjadi bagian dari jawabannya. Meskipun solusi berbasis alam terus dikelilingi dengan ketidakpastian dan ketidakjelasan, kita tetap harus menerapkannya sambil secara paralel terus mengumpulkan pengetahuan yang dibutuhkan”.