Siaran Pers : Inisiatif baru Wetlands International Indonesia: Dana Mitra Gambut Indonesia (The Indonesian Peatlands Partnership Fund), program hibah untuk mendukung konservasi lahan gambut, restorasi dan pembangunan berkelanjutan berbasis masyarakat
-
Konservasi dan restorasi lahan gambut
Jakarta, 2 Mei 2017 – Pada tahun 2015 kebakaran hutan dan lahan gambut yang parah terjadi di Indonesia, berdampak pada kesehatan masyarakat, ekonomi dan lingkungan. Lahan gambut menjadi rawan kebakaran saat dikeringkan – biasanya untuk ditanam kelapa sawit, perkebunan untuk bubur kayu, dan juga pertanian skala kecil. Penggunaan lahan berbasis pengeringan di lahan gambut awalnya mungkin produktif namun sebetulnya tidak layak karena tanah terdegradasi dan terjadi penguapan dalam bentuk gas rumah kaca, yang menyebabkan penurunan tanah dan banjir yang mengakibatkan penurunan produktivitas sebagai hasil jangka panjang yang tak terelakkan.
Untuk menanggapi hal di atas, Wetlands International Indonesia meluncurkan inisiatif baru “Dana Mitra Gambut Indonesia (Indonesian Peatland Partnership Fund)”, sebagai wadah pendanaan untuk pengelolaan lahan gambut berkelanjutan berbasis masyarakat, yang dilakukan melalui “Panggilan Proposal” kepada kepada organisasi berbasis komunitas atau Lembaga Masyarakat Sipil yang bermitra dengan masyarakat setempat.
Pendanaan dibentuk untuk menanggapi keprihatinan pemerintah Indonesia terhadap kerusan dan kebakaran lahan gambut di Indonesia. Pada 2016 Presiden Joko Widodo membentuk Badan Restorasi Gambut yang bertugas untuk mengkoordinasikan dan memfasilitasi restorasi gambut sekitar 2 juta hektar hingga tahun 2020, dengan prioritas restorasi di 7 provinsi.
“Panggilan Proposal ini memberikan program hibah kecil berbasis masyarakat yang di-tujukan untuk mendukung kebijakan restorasi pemerintah dan berkontribusi terhadap penurunan emisi gas rumah kaca dari lahan gambut pada jangka panjang”, jelas I Nyoman Suryadiputra, Direktur Wetlands International Indonesia. “Kepemilikan masyarakat dan usaha masyarakat berdasarkan pemanfaatan dan pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan merupakan kunci keberhasilan pemulihan lahan gambut,” tambahnya.
Dalam pelaksanaannya, DMG-Indonesia akan berkoordinasi dengan BRG dan KLHK, dan berfokus pada 5 provinsi yang menjadi bagian dari 7 provinsi prioritas pemerintah, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. “Kami mendukung kegiatan DMG-Indonesia, karena upaya mempercepat pemulihan ekosistem gambut perlu melibatkan berbagai pihak, tidak saja pemerintah dan pemerintah daerah, tapi juga komponen masyarakat sipil seperti target DMG-Indonesia ini.” ujar Nazir Foead, Kepala Badan Restorasi Gambut Indonesia.
“Sekitar 1 juta hektar lahan gambut di kawasan prioritas kerja BRG dapat dimaksimalkan untuk kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatannya dapat dilakukan melalui skema perhutanan sosial, seperti Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa atau Hutan Tanaman Rakyat” ujar Erna Rosdiana, Direktur Kemitraan Lingkungan, Kementerian lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Kemitraan Lingkungan berperan untuk meningkatkan kesadaran kolektif masyarakat pengelola gambut dan para pihak terkait dalam melestarikan ekosistem gambut, sehingga antara kesejahteraan dan kelestarian ekosistem berjalan berimbang untuk menjamin kesinambungan manfaat gambut” tambah Erna.
Proses seleksi akan ditetapkan oleh Dewan Pengarah DMG-Indonesia, yang terdiri dari perwakilan BRG, KLHK, dan organisasi masyarakat sipil yang terlibat dalam kegiatan lingkungan di lahan gambut. Hibah yang diberikan maksimum hingga Rp. 300 juta, dengan masa waktu pelaksanaan maksimal 24 bulan.
“Disamping memberikan pendanaan, DMG-Indonesia akan memberikan peningkatan kapasitas kepada penerima hibah melalui pelatihan mengelola proyek yang akuntabel, isu teknis lahan gambut serta peningkatan kesadaran tahuan” jelas Nyoman. “DMG-Indonesia akan menstimulasi dan mendukung kegiatan konservasi, restorasi lahan gambut, serta menjadi media komunikasi dan advokasi untuk pengelolaan lahan gambut berkelanjutan di Indonesia”, tambahnya.
Setiap proyek terlaksana dirancang untuk berkontribusi pada pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, serta meningkatkan pendapatan masyarakat yang hidupnya bergantung pada lahan gambut, untuk mencapai tujuan utama yaitu berkontribusi terhadap upaya pemerintah dalam merestorasi lahan gambut di Indonesia. Kegiatan Proyek juga mendukung kerjasama antara masyarakat dengan pemilik lahan disekitarnya, seperti perusahaan dan pengelola kawasan konservasi untuk menciptakan win-win bagi para pemangku kepentingan dan berbagai sektor, sebagai bagian dari pengelolaan bentang alam lahan gambut berkelanjutan.
Ada tiga kategori jenis kegiatan proyek yang disasar, yaitu:
- Mendukung proyek konservasi dan restorasi lahan gambut berbasis masyarakat, termasuk pembasahan lahan gambut (rewetting), revegetasi/rehabilitasi vegetasi dengan tanaman asli lahan basah (Paludikultur), pencegahan kebakaran lahan gambut, kegiatan REDD+ berbasis lahan gambut milik masyarakat.
- Pengembangan bisnis/mata pencaharian di lahan gambut berbasis masyarakat dan bersahabat lingkungan.
- Meningkatkan status/hak kepemilikan lahan masyarakat di lahan gambut (misalnya hutan desa); sebagai bagian dari penggunaan lahan dan rencana pengembangan bisnis.
Panggilan proposal terbuka dari 2 Mei – 7 Juli 2017, dan dapat diikuti oleh Lembaga Masyarakat Sipil (Civil Society Organizations) lokal yang bermitra dengan masyarakat setempat. Informasi lebih lanjut dapat di akses pada: https://indonesia.wetlands.org/id/publications/DMG-indonesia/
Untuk informasi selanjutnya, hubungi:
- Yani Saloh, Fund Manager ([email protected])
- Bas Tinhout, Project Manager ([email protected])
Catatan Editor:
Sekilas tentang Wetlands International Indonesia
Wetlands International adalah sebuah organisasi global yang bekerja untuk mempertahankan dan merestorasi tanah basah dan sumber dayanya untuk masyarakat dan keragaman hayati. Organisasi tersebut merupakan sebuah organisasi non-profit dan independen yang didukung oleh pemerintah dan LSM dari seluruh dunia dan telah berkiprah di Indonesia sejak 1986. https://indonesia.wetlands.org
Sekilas Paludikultur
Paludikultur merupakan budidaya tanaman asli lahan basah (tanaman rawa atau lahan basah) yang memiliki kemampuan beradaptasi terhadap kondisi asam dan basah, yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Jenis-jenis tanaman tersebut adalah seperti sagu, purun, tengkawang, jelutung, rotan yang tidak memerlukan pengeringan air gambut. Lahan gambut seringkali dikeringkan untuk budidaya tanaman yang tidak sesuai dengan kondisinya. Kondisi pengeringan gambut bertentangan dengan sifat alami gambut yang akhirnya menyebabkan gambut kering dan mudah terbakar. Oleh karenanya, praktek Paludikultur menjadi salah satu hal penting didalam menjawab tantangan pengelolaan lahan gambut berkelanjutan.
https://indonesia.wetlands.org/id/publications/prospek-paludikultur-di-ekositem-gambut-indonesia/
Bisnis seperti biasa di lahan gambut
Bisnis saat ini seperti biasa di lahan gambut membutuhkan pengeringan yang mengeringkan tanah. Pengeringan lahan gambut menimbulkan oksidasi tanah gambut yang menyebabkan pelepasan emisi GRK yang tidak proporsional/tinggi, rentan terhadap kebakaran dan turunnya lahan gambut. Pada tahun 2015, kebakaran yang terulang tiap tahun menimbulkan kabut asap yang menyebakan puluhan ribu orang masuk rumah sakit. Kehilangan karbon gambut ke atmosfer menyebabkan turunnya lahan gambut dan kekeringan lahan, banjir dan penurunan produktifitas, mengancam jutaan hektar lahan gambut menjadi lahan terlantar di masa depan.