Press Release : Satu Tahun Pelaksanaan Restorasi Pesisir Pantai Utara Jawa Tengah melalui Program Membangun bersama Alam (Building with Nature)
-
Ketahanan pesisir
Semarang, 1 Maret 2016 – Hari ini, pelaksanaan kegiatan melalui Program Membangun bersama Alam (Building with Nature – BwN) di Demak dan Semarang, yang merupakan dua kawasan tererosi parah di pantai utara Jawa Tengah, telah berjalan selama satu tahun sejak pencanangannya pada tanggal 3 Maret 2015 di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Program BwN akan dilaksanakan hingga tahun 2020 mendatang. Menandai satu tahun pelaksanaan kegiatan restorasi tersebut, telah dilaksanakan pertemuan Dewan Pengarah dan Kelompok Teknis yang diadakan di Semarang, 1 – 2 Maret 2016. Pertemuan tersebut dihadiri oleh pejabat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Demak mewakili Pemerintah Indonesia dan Konsorsium Ecoshape mewakili Pihak Belanda.
Dalam sambutan pembukaannya, Ir. Rido Miduk Sugandi Batubara, M.Si, Plt Direktur Pendayagunaan Pesisir, Kementerian Kelautan dan Perikanan menyampaikan, ” Program Membangun bersama Alam (Building with Nature) di Demak dan Semarang merupakan upaya bersama yang dilakukan dengan melibatkan secara aktif masyarakat, kementerian/lembaga terkait, instansi keilmuan, serta pemangku kepentingan lainnya untuk mencari cara terbaik guna mempertahankan dan merestorasi wilayah pesisir di pantai utara Jawa Tengah. Melalui pendekatan yang memadukan teknik pantai dan kekuatan alami, kami berupaya melakukan upaya perbaikan pesisir sekaligus merumuskan kegiatan untuk menciptakan kesempatan baru guna peningkatan ekonomi masyarakat.”
Selama satu tahun berjalan, kegiatan yang telah dilakukan di lapangan meliputi pengkajian kondisi dan potensi di 8 desa dampingan, pembangunan dan pemeliharaan struktur pemerangkap sedimen yang sekaligus memecah ombak, untuk mengurangi laju erosi/abrasi yang sangat cepat dan meluas di wilayah yang berbatasan dengan Kota Semarang, serta mendorong adanya pertumbuhan alami jalur hijau mangrove. Program BwN juga bertujuan untuk mencari solusi masalah subsidensi tanah akibat ekstraksi air tanah oleh industri. Kegiatan pembangunan pemerangkap sedimen selama 2015 telah memberikan hasil yang cukup signifikan. Sedimen sudah mulai terperangkap di beberapa lokasi dengan ketinggian sekitar 45 cm. Bibit mangrove yang terbawa arus air laut sudah mulai tumbuh. Dalam jangka dua – tiga tahun kedepan diharapkan akan tumbuh hutan mangrove, yang bisa menggantikan fungsi struktur penahan sedimen untuk mengatasi gelombang dan menjaga sedimen tidak terbawa arus kembali.
Program Proyek BwN juga telah menyelenggarakan sekolah lapang yang dilaksanakan oleh Blue Forest, pelatihan pelaksanaan pengelolaan budi daya perairan berkelanjutan. Masyarakat desa telah memperlihatkan ketertarikan untuk terlibat dalam kegiatan pengembangan ekonomi melalui pelaksanaan pengelolaan budidaya berkelanjutan, yang akan difasilitasi oleh Wetlands International Indonesia melalui mekanisme Bio-Rights.
I Nyoman Suryadiputra, Direktur Wetlands International Indonesia, yang juga anggota Dewan Penasihat menambahkan bahwa, “Kami sangat terpacu untuk menjalankan kegiatan di tahun depan, dimana kita akan melanjutkan pembangunan struktur pemerangkap sedimen, serta melakukan berbagai kegiatan pelatihan dan peningkatan kapasitas serta mengembangkan berbagai panduan sehingga pendekatan kami dapat diterapkan di wilayah lain.
Pertemuan Dewan Pengarah BwN juga mendiskusikan tantangan yang akan dihadapi pada tahun-tahun mendatang serta strategi mengatasinya. Tantangan tersebut diantaranya penebangan mangrove yang masih saja terjadi, bahkan di lokasi yang telah disepakati sebagai kawasan restorasi. Tantangan lainya yang semakin marak adalah banyaknya lahan masyarakat yang telah dialihmilikan dan adanya rencana pengembangan kawasan industri di lokasi kegiatan proyek.
“Kegiatan pertemuan Dewan Pengarah dan Kelompok Teknis ini diharapkan dapat menelaah hasil pembelajaran yang telah diperoleh untuk dapat didokumentasikan dan diterapkan di wilayah lain. Untuk itu usaha yang lebih keras serta kerjasama yang lebih erat dari seluruh Mitra sangat diperlukan untuk memperbaiki beberapa kelemahan yang ditemukan” demikian Dr. Hendra Yusran Siry, Kepala Sub-Direktorat Mitigasi Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Membangun bersama Alam, mengatasi abrasi dan akibatnya bagi masyarakat
Pantai utara Jawa Tengah, khususnya di wilayah Semarang dan Demak telah mengalami pengikisan garis pantai (abrasi) yang sangat parah selama dua dekade terakhir ini. Terbatasnya sistem pelindung pantai serta adanya konversi lahan secara besar-besaran telah menyebabkan wilayah pesisir di kedua wilayah tersebut mengalami penggerusan yang luar biasa. Akibatnya, sejumlah besar wilayah pesisir telah hilang dan saat ini terendam air laut.
Kondisi di atas menimbulkan kerugian material yang sangat besar bagi masyarakat setempat: beberapa dusun telah dikosongkan dan warganya pindah ke desa lain, budidaya perairan sangat menyusut hasilnya akibat hilangnya tanggul tergerus air dan kemudian harus diganti dengan jaring serta rumah masyarakat di lokasi yang masih didiami harus secara rutin ditinggikan karena banjir rob telah mulai menggenangi rumah mereka. Beberapa desa di Kabupaten Demak yang telah mengalami kerusakan tersebut adalah desa Timbulsloko, Bedono dan Sriwulan.
Kemitraan ini bertujuan untuk meningkatkan ketangguhan/resiliensi 70.000 orang masyarakat yang tinggal di pesisir Pantai Utara Jawa Tengah, dengan cara menghidarkan terjadinya banjir dan erosi tambahan di lokasi tersebut disertai dengan pengembangan ekonomi masyarakat yang berkelanjutan. Konsorsium Building with Nature menawarkan gabungan antara pendekatan ekologis dan peningkatan mata pencaharian masyarakat.
Kegiatan yang sedang dilaksanakan merupakan penggabungan rekayasa lingkungan skala kecil dengan restorasi mangrove berupa pembangunan konstruksi pemerangkap sedimen untuk menahan hilangnya lahan dan pada saat yang sama memerangkap sedimen yang dibawa oleh air laut. Dalam jangka panjang, sedimen yang terperangkap kemudian akan membentuk bentang lahan yang akan menjadi media yang tepat untuk tumbuhnya bibit mangrove.
Agar kegiatan yang dilaksanakan di lapangan memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat, keterlibatan secara aktif dan penuh masyarakat di wilayah dampingan dilibatkan sejak dalam proses perencanaan, pembangunan konstruksi pemerangkap sedimen dan pasca kegiatan nantinya. Program BwN juga akan menyentuh upaya perbaikan budidaya perairan (misalnya tambak) melalui pendekatan yang disebut BioRights. Melalui pendekatan ini, kelompok masyarakat akan memperoleh bantuan untuk pengembangan kegiatan ekonomi sesuai dengan usulan mereka sendiri, dengan syarat bahwa mereka harus terlibat penuh dalam kegiatan restorasi kawasan pesisir, seperti pembangunan dan pemeliharaan struktur pemerangkap sedimen, pemeliharaan mangrove serta mendukung pemerintah desa dalam penyusunan dan pemberlakuan peraturan desa untuk perlindungan wilayah yang telah direstorasi.
Program BwN diharapkan bisa direplikasi di wilayah lain Indonesia yang mengalami masalah yang serupa, bahkan juga ke negara-negara lain yang memiliki kerentanan yang sama. Replikasi dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas, pertukaran pengetahuan dan penyertaan kedalam kebijakan dan perencanaan.
Kemitraan Program BwN merupakan kerjasama Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan Konsorsium Ecoshape. Wetlands International yang tergabung dalam KonsorsiumEcoshape mengkoordinasikan kegiatan di lapangan bekerjasama dengan perusahaan konsultan Witteven+Bos, Deltares, Blue Forest, Wageningen University & Research Centre, IMARES, UNESCO-IHE dan Universitas Diponegoro. Program BwN berkoordinasi erat dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Demak serta Pemerintah Desa di lokasi kegiatan.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:
Yus Rusila Noor
Programme Manager Resilience Projects
Bencana dan Wetlands International Indonesia
[email protected] atau [email protected]
Hendra Yusran Siri, PhD
Kepala Sub-Direktorat Mitigasi Bencana dan
Adaptasi Perubahan Iklim
Kementerian Kelautan dan Perikanan
[email protected]