Sukarelawan Sains Warga AWC Indonesia: Agen Konservasi Burung Air dan Habitatnya
-
Asian Waterbird Census
“Berawal dari perasaan maka akan muncul pemikiran untuk menjadi sukarelawan, selanjutnya akan diwujudkan dalam tindakan menolong orang lain”(Clary et al. 1992)
Bertujuan baik bagi lingkungan
Kutipan seorang pakar psikologi massa terkemuka di dunia tersebut sejalan dengan dasar pemikiran para sukarelawan kegiatan Asian Waterbird Census di Indonesia (AWC Indonesia). Ketika seorang sukarelawan melihat pihak lain yang membutuhkan bantuan untuk nilai-nilai kebaikan, maka mereka akan secara spontan tergerak untuk berkontribusi. Upaya konservasi keanekaragaman hayati termasuk pemutakhiran datanya, akan bermuara pada kepentingan yang baik bagi masyarakat dan lingkungan.
Kegiatan AWC Indonesia sangat relevan dengan kesepakatan antarnegara melalui Konvensi Ramsar. Perjanjian internasional ini telah menyepakati bahwa perlindungan ekosistem lahan basah memiliki peran dan fungsi yang sangat penting. Ekosistem lahan basah berperan sebagai pengatur tata air, penyedia berbagai sumber daya bagi masyarakat, serta habitat bagi beragam spesies. Melalui konvensi ini, populasi burung air juga ditetapkan menjadi indikator lingkungan yang penting dalam pengelolaan lahan basah.
Partisipasi sukarelawan AWC Indonesia relevan dengan tujuan mulia bagi konservasi keanekaragaman hayati karena data dan informasi burung air dan habitatnya yang mereka kumpulkan akan digunakan sebagai rujukan estimasi populasi burung air secara global maupun untuk keperluan pengelolaan di tingkat nasional/lokal. Misalnya dalam penentuan Situs Ramsar, mensyaratkan keberadaan suatu spesies burung air setidaknya 1% dari total populasi spesies global (threshold). Berdasarkan data dari sukarelawan AWC Indonesia itulah populasi burung air global ini diperhitungkan. Estimasi populasi ini juga digunakan sebagai salah satu rujukan penentuan tingkat keterancaman spesies melalui IUCN Redlist. Pada tingkat nasional, hasil sensus juga telah digunakan sebagai rujukan penentuan status perlindungan spesies serta pertimbangan pengelolaan suatu kawasan, seperti Kawasan Konservasi penting maupun Kawasan Ekosistem Esensial.
Partisipasi meningkat namun ada kesenjangan data
Partisipasi publik dalam kegiatan pemutakhiran data (dikenal dengan istilah sains warga/citizen science) melalui AWC Indonesia terus meningkat dalam 5 tahun terakhir dengan total keikutsertaan hampir mencapai 2.000 sukarelawan. Kegiatan ini juga menjadi sarana peningkatan kapasitas dan kepedulian publik terhadap lingkungan. Para sukarelawan telah terlibat secara konsisten serta menghasilkan berbagai inisiatif kegiatan. Bahkan, lembaga atau individu menjadikannya sebagai acara rutin tahunan yang diikuti oleh berbagai sektor, unsur, dan profesi.
Akan tetapi, di sisi lain masih terdapat kesenjangan data dan lokasi pengamatan antara wilayah Indonesia. Lokasi di wilayah Indonesia bagian tengah hingga timur masih cukup sedikit yang terlaporkan dan lebih dari 50% yang terlaporkan berada di pulau Jawa. Selain itu, masih cukup banyak lokasi habitat penting bagi burung air yang informasinya belum terdokumentasi dengan baik dan rutin. Sedangkan dari sisi jumlah spesies, ada 32% spesies burung air yang pernah tercatat di Indonesia tidak terlaporkan pada kegiatan AWC Indonesia 5 tahun terakhir. Padahal, keterbatasan akses data dan informasi serta kurangnya pemutakhiran data pemantauan akan menghambat upaya konservasi yang efektif. Hal ini juga akan memberi ketidakpastian dalam pengendalian penurunan populasi satwa liar.
Harapan melalui inovasi dan kerja sama
Penyelenggaraan kegiatan AWC Indonesia memerlukan kesungguhan bersama dalam melibatkan dan mempertahankan sukarelawan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan jumlah keikutsertaan serta cakupan kegiatan penghitungan. Pada AWC Indonesia tahun 2021 ini, inovasi dan kerja sama penyelenggaraan terus ditingkatkan. AWC Indonesia 2021 secara bersama-sama diselenggarakan oleh Yayasan Lahan Basah/Wetlands International Indonesia, Yayasan Ekologi Satwa Alam Liar Indonesia, Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia, dan Burungnesia. Hal ini pun ‘setali tiga uang’ dengan penyelenggara kegiatan sains warga lain, yaitu Monitoring Burung Pantai Indonesia (MoBuPi) serta Burungnesia (yang belum lama mendukung terbitnya Atlas Burung Indonesia). Kerja sama ini juga dalam rangka memberi alternatif penyediaan platform pelaporan data secara digital yang lebih praktis dan mudah digunakan oleh para sukarelawan AWC Indonesia.
Dalam pengembangan kegiatan sains warga, interaksi antar jejaring sukarelawan memang harus terus dikelola sehingga menyediakan ruang diskusi, berbagi informasi, serta pembelajaran lintas keahlian dan pengalaman, baik sukarelawan individu maupun lembaga. Hal ini juga perlu diupayakan dan didukung dengan keterlibatan publik melalui media sosial dan sarana virtual lainnya (misal webinar) dalam penyebarluasan informasi dan penyadartahuan publik. Peningkatan penggunaan teknologi informasi secara daring akan memperluas peluang masyarakat terlibat dalam kegiatan sains warga. Mengingat pula bahwa dalam kegiatan sains warga AWC Indonesia dalam 5 tahun terakhir didominansi kelompok muda dan berpendidikan tinggi yang cukup melek teknologi.
Situasi kegiatan AWC Indonesia tahun 2021 cukup berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena dilaksanakan di masa pandemi. Penerapan protokol kesehatan dalam setiap pengamatan burung di luar maupun kegiatan di dalam ruangan oleh seluruh pihak/sukarelawan harus menjadi perhatian penting. Meskipun dalam berbagai keterbatasan, semoga upaya yang baik bersama sukarelawan AWC Indonesia tetap dapat menjadi sarana konservasi keanekaragaman hayati burung air dan habitatnya.
Selamat mengamati burung air serta tetap terapkan protokol kesehatan!